Minggu, 22 Desember 2013

Gunung ~ Ibu

Ass~Sampurasun

Den Kopral Cepot & teman semua yang saya mulyakan

Merenung mencari jawaban tak mesti di gunung, kalau seandainya kita mampu membangun nafas yang mutmainah bagi kemaslahatan alam dan segala isinya.

Mungkin gunung akan banyak memberikan inspirasi kepada kita sebab gunung diciptakan oleh Rabb sebagai pasak agar bumi tidak goncang.
Makna demikian yang menyebabkan saya menyenangi berada di dataran tinggi.
Dalam bahasa Sunda; GUNUNG adalah kata sifat, sedangkan GUNDUNG adalah kata benda (wujud). Oleh karena itu dalam bahasa Sunda biasa

menggunakan kata Gunung maupun Gundung.

Sebuah makna yang sangat menarik untuk dijadikan pelajaran, sebab GUNDUNG dalam bahasa Sunda merupakan kependekan dari ‘hariGU iNDUNG’

yang artinya PAYUDARA IBU, sedangkan Bumi sendiri adalah Ibu atau biasa disebut IBU PERTIWI. Gundung bentuknya mirip dengan payudara ibu,

demikian juga maknanya sama dengan Payudara Ibu. Payudara Ibu mengeluarkan ‘CAI SUSU’ (air susu) bagi kemaslahatan dan keberlangsungan

hidup keturunannya, sedangkan Gundung mengeluarkan ‘CAI NYUSU’ (mata air) bagi kemaslahatan dan keberlangsungan hidup umat manusia

seluruhnya. Berawal mentafakuri Gundung yang merupakan simbul keberlangsungan hidup, tentu tidak bisa terlepas dari keberadaan Bumi yang

merupakan SIMBUL IBU dan Langit merupakan SIMBUL BAPA.

Sebuah ‘Pitutur Palasifah’ (Kata Filsafat) kehidupan dalam bahasa Sunda yang sarat akan makna bagi PERWUJUDAN KESETIMBANGAN HIDUP,

tak lain dengan cara ‘MENGKAWINKAN DUA FILSAFAT’, yaitu Filsafat Ibu dengan Filsafat Bapa. Hal demikian terdokumentasi dalam ‘KAWINAN

KATA’ sebagai berikut:
::Indung HAWA ~ Bapa ADAM
::Indung BUMIAN ~ Bapa LANGITAN
::Indung MAWA SUNDA ~ Bapa MAWA SUNAH (Suna+Da ~ Suna+H)
::Indung ANU NGANDUNG ~ Bapa ANU NGAYUGA
::Indung TUNGGUL RAHAYU ~ Bapa TANGKAL DARAJAT
::Indung NGURUS LEMBUR ~ Bapa NGOLAH JAGAT
::Indung SATUNGTUNG UMUR ~ Bapa SATALANGRAGA
::Indung NUMUT KA WAKTU ~ Bapa NAMAT KA JAMAN
::NgaIndung KA WAKTU ~ Ngabapa KA JAMAN ~ Anak NURUS KU TURUNAN.
Inilah sebuah RAHASIA BESAR yang harus disingkap, atau dalam Siloka Sunda disebut GUNUNG GEDE BITU dan TALAGA BEDAH.

Perlu sebuah ‘Tafakur Akbar’ agar menuntun kita kepada hal~hal yang bersifat fitrah.
WANITA difitrahkan untuk kawin dengan PRIA atau IBU difitrahkan untuk kawin dengan BAPAK.
Ibu dan Bapak kawin akan melahirkan GENERASI BARU yang dicintai oleh Ibu dan Bapanya.
FILSAFAT IBU harus kawin dengan FILSAFAT BAPAK agar melahirkan Generasi Baru yang diridhoi Ibu Bapaknya.

Ada isu ‘Ke~Dulu~an’ hingga ‘Ke~Kini~an’ yang hanya bisa dijawab oleh ‘Pitutur Palasipah’, yaitu sbb:
::Filsafat BUDAK ANGON harus kawin dengan Filsafat BUDAK JANGGOTAN agar lahir generasi baru berupa FILSAFAT RATU ADIL atau
::Filsafat SATRIA PININGGIT harus kawin dengan Filsafat SATRIA PINANDITA agar lahir generasi baru berupa FILSAFAT RATU ADIL
::Filsafat BUMIAN harus kawin dengan Filsafat LANGITAN agar lahir generasi baru berupa FILSAFAT JAMAN BARU ‘KIAM~MAUT’
::Filsafat SUNDA harus kawin dengan Filsafat SUNAH agar lahir generasi baru berupa FILSAFAT KEKHALIFAHAN
::Filsafat TUNGGUL RAHAYU harus kawin dengan Filsafat TANGKAL DARAJAT agar lahir generasi baru berupa FILSAFAT KESEJAHTERAAN DAN KEADILAN
:: Filsafat NGURUS LEMBUR harus kawin dengan Filsafat NGOLAH JAGAT agar lahir generasi baru berupa FILSAFAT MAMAYU HAYUNING

BUWANA atau RAHMATAN LIL ALAMIN, dst.

Lho……, ini kan ruang sastra. Apa hubungannya yang saya ceritakan dengan sastra?
Rupanya sastra bukan hanya sekedar bicara Puisi, Prosa, Prosa Liris dan sebagainya.

::Sastra harus dipandang sebagai JEMBATAN AKBAR menuju alam ilmu.
::Sastra adalah sebuah sistem bahasa atau disebut juga sebagai SISTEM KALAM menuju kepada penjelasan ALAM & SEGALA ISINYA.
::Sastra disebut juga sebagai SISTEM ASMAAKULAHA yaitu Sistem Kosakata seluruhnya.
::Sastra disebut juga sebagai SISTEM SASTRAJENDRA yaitu Sistem Bahasa yang tanpa limit.
::Sastra harus mengantarkan ilmu pengetahuan, karena ilmu pengetahuan diantarkan oleh bahasa.

Jadi sangat tidak salah kalau urusan apapun dibahas dalam ruang sastra, sebab SASTRA JENDRA HAYU NINGRAT PANGRUWATING DIYU

merupakan kunci UNTUK MEMBONGKAR SEGALA RAHASIA ILMU.

Apa benar……?
Heheh………..?

Den Kopral, maaf belum bisa bercerita lebih panjang, butuh waktu untuk menyusun segala yang telah meresap pada alam fikir dan hati saya.
Terima kasih atas kebaikan Den Kopral Cepot juga teman~teman semua.
Saya Mandalajati Niskala mohon maaf atas segala kehilapan.

Cag amitpun; Wass.
MANDALAJATI NISKALA


http://serbasejarah.wordpress.com/2009/11/06/ruang-sastra-dalam-bingkai-sejarah-indonesia/

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Mantap nambah ilmu kang

Unknown mengatakan...

Mantap nambah ilmu kang