PUISI DAN LUKISAN
Mandalajati Niskala; Bandung, 21 Juli 2000
Apakah ini sebuah artikulasi ?
Yang satu menyuguhkan alunan kata.
Yang satunya menampilkan tata warna.
Yang satu butuh lantun.
Yang lainnya butuh cahaya.
Yang satu buat telinga.
Yang lainnya buat mata.
Pena dan kwas.
Bagaikan penyair dan pelukis.
Semua orang dapat membuat dan merenungi.
Puisi dan lukisan sama-sama menawarkan tema dan cerita.
Yang satunya dibunyikan dengan kata.
Satunya lagi dipamerkan dengan warna.
Perhatikan ?
Jika aku tulis dan bacakan karya khairil dan Taufiq Ismail.
Dia tersenyum terenyuh.
Tapi jika aku lukis dan pamerkan karya Afandi dan Basuki Abdullah.
Bisa jadi akhli warisnya akan mendakwa.
Bagi Khairil dan Taufiq
Ini apresiasi.
Tapi bagi pihak Afandi dan Basuki Abdulah.
Ini adalah pembajakan.
Aneh bukan ?
Puisi yang bagus gelandanganpun tak butuh.
Lukisan yang indah konglomerat mengejar-ngejar.
Membuat puisi cukup dengan melamun.
Tapi tinta, kanvas dan kuas tidak datang tiba-tiba.
Melarat dan senang adalah cerita lama.
Ibarat sebuah lintasan yang membentang.
Di satu ujung ke ujung lainnya.
Disana kedua seniman berkisah.
Coba kita tanyakan kepada air yang jernih.
Dan api yang datang dan hilang.
Atau kepada hujan dan matahari.
Atau kepada saat yang terus bergerak.
Atau kepada gelombang suara dan cahaya.
Atau kepada hakekat ada dan tiada.
Kepada bertahan dan musnah.
Atau kita himpun lebih banyak lagi ?
Coba saja yang satu ini.
Khairil Anwar.
Sajak Aku.
Tak dirawat tak pernah musnah.
Banyak lukisan menawan tinggal cerita.
Terancam entah dimana rimbanya.
Apakah setiap puisi akan abadi ?
Dan setiap lukisan terancam musnah ?
Renungi ini !
Yang buta mata mampu menikmati syair.
Yang tuli bisu dapat menatap lukisan.
Puisi dan lukisan sarat makna untuk jadi pelajaran.
Jika kita tak tahu apa itu puisi ?
Cari tahu lebih dulu apa itu lukisan ?
Jika tak ada jawaban ?
Lebih baik kita renungkan !
Bandung,
Mandalajati Niskala
50 Puisi Filsafat Gelombang Baru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar