Ledakan jiwa yang sejuk merubah ladang panas ditumbuhi api yang membara. Dan para petani yang selalu berpanen darah dan air mata di malam hari. Tuan tanah dan wanita-wanita pelayan tani, menyuburi ladang dengan siraman arak dan tawa. Sang perubah menyelinap dikegelapan malam. Bersimpuh luluh dalam hamparan sajadah cinta.
Dia Menghamba. Mengasyiki butiran tasbih dalam linangan air mata mujijat. Merunduk pandangan mata ketitik dalam. Hingga mata tenggelam di dalam gumpalan jiwa. Telinga menguntit gerakan mata. Lalu tenggelam jua di dalam gumpalan jiwa.
Malam itu. Hiruk pikuk penggerap lahan tak mengganggu sang perubah dalam khusu. Karena telinga tersembunyi di dalam hati yang asyik masyuk menjalin kasih. Tuhan mencengkam sekujur tubuh. Sang perubah diam tak berdaya. Hanya kening yang bersandar pada jiwa yang mampu menatap rindu dengan mesra. Kekuatan Tuhan tak henti-henti mengalir. Membaja, dada memuat kegaiban.
Disaat tuan tanah dan wanita pelayan berarak-arak. Pulang dalam kelelahan malam. Di depan surau tua di dekat persimpangan. Beradu pandang terjurus lama dalam jarak satu depa. Tajam tatapan Sang Perubah. Dengan bibir datar nafas pelan gigi tak ditekan. Lah menghilangkan segala gerak, mencopotkan otot-otot. Membekam.
Gerombolan ladang panas berlalu membeku. Hilang dalam tatapan pajar. Kokok ayam mengundang generasi yang tercemar. Menuju rumah obat surau tua. Berdiri bershaf, menunaikan shalat fajar dalam alunan lunak bertuah. Sang Perubah dalam shalat dan kata Menyirami tabur benih dengan mesra. Menggemburkan tanah gersang dengan ruhama dan ikhlas. Impian datang. Ladang tumbuh rindang. Menjadi peneduh jiwa dalam gundah dan segala resah.
Bandung, Mandalajati Niskala 50 Puisi Filsafat Gelombang Baru
o o 0
MENEMBUS WAKTU Mandalajati Niskala; Bandung, 14 Juni 2000
Kukabarkan pada masa yang akan menghadang. Aku menembus waktu. Jasad berubah menghilang. Yang padat berubah jadi gelombang. Perjalanan panjang singkat. Aku di sini kawanku di rembulan. Kutembus waktu. Sesaat saja berjumpa.
Hari ini bisa saja manusia melecehkan. Akal tak mampu meraba potensi jagat. Karena hati terkunci. Dan diri menjadi kerdil.
Mungkin seabad mendatang ujung ilmu baru tersentuh. Uswah di jaman Sulaiman akan jadi kenyataan. Seorang ulama akan mampu merubah jasad jadi gelombang. Seperti kerajaan Saba berpindah tempat dalam sekejap.
Kutembus waktu walau dalam hipotesa. Namun akalku tlah terbuka untuk berhujah dengan siapa saja.
Sayang sekali. Banyak akhli agama hatinya buta. Kekuasaan Tuhan ditiadakan. Ilmu dituduh tahayul. Fitrah pada diri tak direnungi. Potensi jiwa dicampakan. Hakekat manusia direndahkan. Diri sendiri tak dihargai. Juga Tuhannya tak di besarkan.
Bandung, Mandalajati Niskala 50 Puisi Filsafat Gelombang Baru
SANG PERUBAH
Mandalajati Niskala, 3 Februari 1996
Ledakan jiwa yang sejuk merubah ladang panas ditumbuhi api yang membara.
Dan para petani yang selalu berpanen darah dan air mata di malam hari.
Tuan tanah dan wanita-wanita pelayan tani,
menyuburi ladang dengan siraman arak dan tawa.
Sang perubah menyelinap dikegelapan malam.
Bersimpuh luluh dalam hamparan sajadah cinta.
Dia Menghamba.
Mengasyiki butiran tasbih dalam linangan air mata mujijat.
Merunduk pandangan mata ketitik dalam.
Hingga mata tenggelam di dalam gumpalan jiwa.
Telinga menguntit gerakan mata.
Lalu tenggelam jua di dalam gumpalan jiwa.
Malam itu.
Hiruk pikuk penggerap lahan tak mengganggu sang perubah dalam khusu.
Karena telinga tersembunyi di dalam hati yang asyik masyuk menjalin kasih.
Tuhan mencengkam sekujur tubuh.
Sang perubah diam tak berdaya.
Hanya kening yang bersandar pada jiwa yang mampu menatap rindu dengan mesra.
Kekuatan Tuhan tak henti-henti mengalir.
Membaja, dada memuat kegaiban.
Disaat tuan tanah dan wanita pelayan berarak-arak.
Pulang dalam kelelahan malam.
Di depan surau tua di dekat persimpangan.
Beradu pandang terjurus lama dalam jarak satu depa.
Tajam tatapan Sang Perubah.
Dengan bibir datar nafas pelan gigi tak ditekan.
Lah menghilangkan segala gerak, mencopotkan otot-otot.
Membekam.
Gerombolan ladang panas berlalu membeku.
Hilang dalam tatapan pajar.
Kokok ayam mengundang generasi yang tercemar.
Menuju rumah obat surau tua.
Berdiri bershaf, menunaikan shalat fajar dalam alunan lunak bertuah.
Sang Perubah dalam shalat dan kata
Menyirami tabur benih dengan mesra.
Menggemburkan tanah gersang dengan ruhama dan ikhlas.
Impian datang.
Ladang tumbuh rindang.
Menjadi peneduh jiwa dalam gundah dan segala resah.
Bandung,
Mandalajati Niskala
50 Puisi Filsafat Gelombang Baru
o o 0
MENEMBUS WAKTU
Mandalajati Niskala; Bandung, 14 Juni 2000
Kukabarkan pada masa yang akan menghadang.
Aku menembus waktu.
Jasad berubah menghilang.
Yang padat berubah jadi gelombang.
Perjalanan panjang singkat.
Aku di sini kawanku di rembulan.
Kutembus waktu.
Sesaat saja berjumpa.
Hari ini bisa saja manusia melecehkan.
Akal tak mampu meraba potensi jagat.
Karena hati terkunci.
Dan diri menjadi kerdil.
Mungkin seabad mendatang ujung ilmu baru tersentuh.
Uswah di jaman Sulaiman akan jadi kenyataan.
Seorang ulama akan mampu merubah jasad jadi gelombang.
Seperti kerajaan Saba berpindah tempat dalam sekejap.
Kutembus waktu walau dalam hipotesa.
Namun akalku tlah terbuka untuk berhujah dengan siapa saja.
Sayang sekali.
Banyak akhli agama hatinya buta.
Kekuasaan Tuhan ditiadakan.
Ilmu dituduh tahayul.
Fitrah pada diri tak direnungi.
Potensi jiwa dicampakan.
Hakekat manusia direndahkan.
Diri sendiri tak dihargai.
Juga Tuhannya tak di besarkan.
Bandung,
Mandalajati Niskala
50 Puisi Filsafat Gelombang Baru
http://ardhimorsse.wordpress.com/esai-sang-reformis/puisi-kehidupan/