Minggu, 22 Desember 2013

Pak Tua

PAK TUA
Mandalajati Niskala; Bandung,11 Maret 2000

Untaian nada 1998 terdengar sumbang tak beraturan.
Dari sekian suasana terkumpul meruncingkan benci-benci.
Bahkan seolah sesama musuh bersatu.
Mendesak menekan tubuh yang renta.
Dan hampir terlempar jurang.

Semua membawa judul lagu lama.
Lagu suara rakyat jelata.

Tentu saja Pak Tua terperanjat.
Tak mampu menahan gelombang masa menghempas.

Topan itu kan menyapu Bapak Tua macan lumpuh.
Bahkan siapa saja yang coba mendekatinya.
Semua berkhianat jadinya.
Bubar mencari selamat.

Cukuplah akhirnya

Pak Tua menanggung dosa semesta.
Dari dirinya yang sedang di akhiri menuju khusnul khatimah.
Namun yang kabur membuang puntung.
Cepat-cepat mencuci tangan.

Padahal katanya 11 Maret ’66:
Dia penyelamat bangsa.
1 Oktober ’66:
Pahlawan sejati pengkikis gembong komunis.
Aku tahu saat itu semua berseru: Hidup Bapakku.
Bahkan 32 tahun lamanya
Menyandang gelar Begawan Pembangunan.

Tadinya aku tepekur bingung.
Siapa gerangan penyusun cerita dibali layar ?
Yang menciptakan pahlawan gagah.
Lalu dijadikan macan renta tak bertulang.

Namun kini aku ingat.
Karena firasat 5 tahun yang lalu mengabariku.
Ketika Pak Tua datang dalam tidurku.
Bercerita terbata-bata dengan mata berkaca-kaca.
Menepuk pundakku dari belakang lalu meminta saran.
Aku terheran dan iba.
Padahal dia adalah seteru batinku.
Saudaraku dibantai di Aceh, Lampung dan Tanjung Priuk.

Dia buka sebuah rahasia penumbang tahta
Ketika dia siap menjadi musuh penguasa Dunia
Musuh sekampung akan terhasut.
Mengungkap luka-luka lama.
Sejarah duka Sang Proklamator menimpa dirinya.

Gelombang masa dan Mahasiswa.
Walau hanya sekedar alat pendakwa yang bisa resah karena rekayasa alur cerita.
Ampuh menjadi senjata pamungkas yang memilukan.

Aku tahu siapa gerangan pencipta resah.
Dan aku dilarangnya bercerita, mengumumkan siapa tokoh utama.

Heran aku menjadi kasihan.
Mungkin karena Pak Tua hanyalah boneka yang mulai insyaf.
Dari sekian banyak yang akan mencuat dan ditumbangkan di saat sadar.
Kemudian akan diangkat boneka baru.
Tentu mendapat giliran menumpas saudaraku yang lugu teriak ingin merdeka.

Sekarang aku sadar.
Siapa gerangan Sang Perencana.
Dan aku prihatin Pak Tua terancam mati.
Karena dia memegang kunci rahasia.
Siapa gerangan sutradara dibalik layar.
Yang membiayai keresahan Negeri ini.

Bandung,
Mandalajati Niskala
50 Puisi Filsafat Gelombang Baru


http://galuhkiwari.wordpress.com/2011/04/21/ruhsiyah-jelema-manusa/

Tidak ada komentar: