Minggu, 05 Oktober 2014

Mbah Sadi Azan

Suasana sebuah kampung tiba-tiba heboh, karena
persis jam 22.00 terdengar adzan berkumandang
dari sebuah mushalla setempat lewat pengeras
suara yang memecah keheningan malam.
Suara pengumandang adzan yang tak kalah gontai
membuat warga berbondong-bondong mendatangi
mushalla itu meski mereka sudah tahu siapa yang
melakukannya;
Mbah Sadi,yang umurnya sudah menembus kepala
tujuh.
Yang membuat kepala warga dipenuhi pertanyaan,
mengapa Mbah Sadi adzan pada jam sepuluh
malam ?
Ketika warga sampai di pintu mushalla, Mbah Sadi
baru selesai adzan dan mematikan sound system.
“Mbah tahu gak, jam berapa sekarang?” cecar Pak
RT sambil menunjuk jam dinding mushalla.
“Adzan apa jam segini, Mbah?”
“Jangan-jangan Mbah sudah ikut aliran sesat,”
sambar Yoso dengan nada prihatin.
“Sekarang banyak banget aliran macem-macem.
Bahaya kalau kampung kita sudah kena.”
lanjutnya.
“Ah, dasar Mbah Sadi sudah gila,” sahut Joni,
mantan preman yang sudah mulai insaf dan
berusaha menghilangkan tato di pangkal lengannya
dengan setrika panas.
“Kalau nggak gila, mana mungkin adzan jam
segini?” sambungnya sambil menyilangkan jari
telunjuk di keningnya ke arah warga yang riuh
berkomentar macam-macam mengomentari laku
aneh Mbah Sadi.
“Kalian ini ......,” jawab Mbah Sadi tenang.
“Tadi, waktu saya adzan Isya, nggak satu pun yang
datang kemari. Sekarang saya adzan jam 10
malam, kalian malah berbondong-bondong ke
mushalla. Satu kampung lagi. Kalo gitu... SIAPA
YANG GILA.... coba?”sambil berteriak ke arah
warga.
Warga pun ngeloyor pulang satu persatu tanpa
protes lagi. Termasuk Pak RT yang melipir
menjauh, perlahan-lahan, tak berani melihat wajah
Mbah Sadi.
MORAL STORY :
Lebih baik dianggap GILA karena menghidupkan
kebaikan,
Daripada menjadi yang merasa NORMAL tapi
dalam kelalaian.

Tidak ada komentar: