Ikhlas Kunci Amal
Oleh Ustadz Muhammad Arifin Ilham
Ikhlas artinya kita berbuat dan melakukan apa pun hanya dengan niat untuk meraih ridha Allah, bukan untuk apa pun dan bukan untuk siapa pun. Ikhlas adalah kunci diterimanya ibadah dan bentuk-bentuk amal kebajikan. Meski besar nilainya di mata manusia, amal tersebut tidak ada artinya di mata Allah bila tidak dibarengi dengan keikhlasan. Namun, sekecil apa pun kebajikan itu di mata manusia, bila dibarengi dengan niat ikhlas, ia sangat besar nilainya di hadapan Allah.
Perhatikan firman-firman-Nya di dalam Alquran, semua menegaskan keikhlasan. Katakanlah, sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, (QS al-Anfam [6]: 162).
Dalam QS al-Bayinah [98]: 5, Allah mengaskan bahwa umatumat terdahulu (para ahlulkitab) juga diajarkan untuk berbuat ikhlas dalam buku-buku mereka. Mengapa? Karena, keikhlasan inti dari agama yang benar. Kepada Rasulullah SAW, Allah menegaskan, Sesungguhnya Kami menurunkan Alquran kepadamu (Muhammad) dengan kebenaran. Maka, sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allahlah agama yang bersih, alkhalish. (QS az-Zumar [39]: 2-3).
Hadis berikut ilustrasi mengerikan dalam perjalanan panjang di Hari Akhir bagi sosok-sosok alim dan yang tampak dalam tampilan fisiknya seperti manusia suci. Yang pertama akan diadili di mahkamah Allah adalah orang yang mati di jalan perang (syahid). Ketika ditanya, ia menjawab bahwa ia berperang sampai mati syahid. Dikatakan kepadanya, Kamu bohong! Kamu berperang dengan niat supaya kamu dikatakan pemberani, dan orang-orang sudah menyebut itu. Apa yang terjadi? Ia pun diseret dan dimasukkan ke dalam api neraka.
Kedua, ulama, pengajar Alquran, dan pencerah umat. Ketika ditanya, ia menjawab bahwa saya mencari ilmu dan mengajarkannya. Saya juga mengajarkan Alquran. Lalu dikatakan kepadanya, Kamu dusta! Kamu mencari dan mengajarkan ilmu dengan niat supaya dikatakan alim, dan orang-orang percaya itu. Apa yang terjadi? Ia pun diperlakukan sama, diseret dan dicampakkan ke dalam neraka.
Ketiga, hartawan dan dermawan. Ketika ditanya, ke mana harta itu dipergunakan, ia menjawab bahwa ia telah menginfakkannya untuk umat. Lalu dikatakan kepadanya, Kamu pembohong! Kamu lakukan itu dengan niat supaya disebut dermawan, dan orang-orang pun percaya itu. Lalu apa yang terjadi? Ia pun diperintahkan untuk dilempar ke dalam jurang neraka.
Ternyata banyak amal kebajikan bahkan hingga menguras harta, berpeluh keringat dan darah, tapi kemudian sia-sia dan tak berbekas, bahkan direspons dengan siksa neraka oleh karena tidak disertai dengan ikhlas. Karenanya, mari kita tempatkan kebajikan kita dalam ruang suci bernama ikhlas. Jangan takut bila perbuatan kita tidak diketahui atau tidak dipuji orang. Karena pujian orang banyak tidak ada artinya bila Allah menolaknya. Tapi, takutlah bila perbuat an kita ditolak Allah karena tidak ikhlas. Sebut sebuah hadis, gSeandainya seseorang di antara kalian melakukan suatu kebaikan di tengah padang sahara yang sangat sepi, dalam ruang tertutup tanpa pintu, amal itu suatu saat pasti akan ketahuan juga.
Oleh Ustadz Muhammad Arifin Ilham
Republika
Jumat, 08 Maret 2013
Tertutupnya Pintu Tobat
Tertutupnya Pintu Tobat
Sebusuk apapun maksiat yang telah dilakukan, sebanyak apapun dosa yang telah diperbuat, bila manusia kembali kepada jalan Allah, maka Allah SWT akan menerima tobatnya. Bahkan terhadap orang yang kafir sekalipun, bila ia memeluk agama Islam, Allah akan mengampuni segala dosanya.
Pintu tobat senantiasa terbuka. Dan Allah SWT akan senantiasa menanti kedatangan hamba-Nya yang akan bertaubat.
Namun demikian, tidak selamanya pintu tobat terbuka ada saatnya pintu tobat tertutup rapat.
Pintu tobat akan tertutup rapat pada dua keadaan;
pertama, ketika nyawa manusia sudah berada di tenggorokan. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah Yang Mahamulia lagi Mahaagung menerima tobat seseorang sebelum nyawanya sampai di tenggorokan.” (HR Tirmidzi)
Kedua, ketika matahari terbit dari tempat terbenamnya. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa bertobat sebelum matahari terbit dari barat, niscaya Allah menerima taubatnya." (HR Muslim)
Tertutupnya pintu tobat merupakan batas dimana penyesalan, permohonan ampun, perbuatan baik dan keimanan orang kafir tidak bermanfaat lagi, karena Allah SWT tidak menerimanya.
Allah SWT berfirman, “Yang mereka nanti-nanti tidak lain hanyalah kedatangan malaikat kepada mereka (untuk mencabut nyawa mereka), atau kedatangan Tuhanmu atau kedatangan sebagian tanda-tanda Tuhanmu. Pada hari datangnya sebagian tanda-tanda Tuhanmu tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya. Katakanlah: "Tunggulah olehmu sesungguhnya kami pun menunggu (pula)." (Q S Al-An’am [6]: 158)
Hal ini harus menjadi perhatian kita untuk tidak menunda-nunda untuk bertaubat, bila hal ini terjadi besar kemungkinan akan menenggelamkan kita pada kemaksiatan dan pada akhirnya akan menganggap baik bahkan bangga dengan kemaksiatan yang dilakukannya.
Selagi kita hidup didunia, mari kita gunakan kesempatan ini untuk menyikapi adanya penutupan pintu taubat ini dengan cara:
Pertama, bersegera melakukan taubat. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya tobat di sisi Allah hanyalah tobat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertobat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah tobatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS An-Nisa [4]: 17)
Kedua, bersegera melakukan berbagai macam kebaikan sebelum datangnya masa yang menyebabkan kita sulit untuk melakukan kebaikan. Rasulullah saw. bersabda, “Bersegeralah kalian untuk mengerjakan amal-amal saleh, karena akan terjadi berbagai fitnah yang menyerupai malam yang gelap gulita..” (HR Muslim dan Tirmidzi)
Ketiga, berusaha meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Dengan takwa kita akan diberi kemampuan untuk membedakan yang benar dan salah. (QS Al-Anfaal [8]: 29)
Oleh : H Moch Hisyam
Sebusuk apapun maksiat yang telah dilakukan, sebanyak apapun dosa yang telah diperbuat, bila manusia kembali kepada jalan Allah, maka Allah SWT akan menerima tobatnya. Bahkan terhadap orang yang kafir sekalipun, bila ia memeluk agama Islam, Allah akan mengampuni segala dosanya.
Pintu tobat senantiasa terbuka. Dan Allah SWT akan senantiasa menanti kedatangan hamba-Nya yang akan bertaubat.
Namun demikian, tidak selamanya pintu tobat terbuka ada saatnya pintu tobat tertutup rapat.
Pintu tobat akan tertutup rapat pada dua keadaan;
pertama, ketika nyawa manusia sudah berada di tenggorokan. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah Yang Mahamulia lagi Mahaagung menerima tobat seseorang sebelum nyawanya sampai di tenggorokan.” (HR Tirmidzi)
Kedua, ketika matahari terbit dari tempat terbenamnya. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa bertobat sebelum matahari terbit dari barat, niscaya Allah menerima taubatnya." (HR Muslim)
Tertutupnya pintu tobat merupakan batas dimana penyesalan, permohonan ampun, perbuatan baik dan keimanan orang kafir tidak bermanfaat lagi, karena Allah SWT tidak menerimanya.
Allah SWT berfirman, “Yang mereka nanti-nanti tidak lain hanyalah kedatangan malaikat kepada mereka (untuk mencabut nyawa mereka), atau kedatangan Tuhanmu atau kedatangan sebagian tanda-tanda Tuhanmu. Pada hari datangnya sebagian tanda-tanda Tuhanmu tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya. Katakanlah: "Tunggulah olehmu sesungguhnya kami pun menunggu (pula)." (Q S Al-An’am [6]: 158)
Hal ini harus menjadi perhatian kita untuk tidak menunda-nunda untuk bertaubat, bila hal ini terjadi besar kemungkinan akan menenggelamkan kita pada kemaksiatan dan pada akhirnya akan menganggap baik bahkan bangga dengan kemaksiatan yang dilakukannya.
Selagi kita hidup didunia, mari kita gunakan kesempatan ini untuk menyikapi adanya penutupan pintu taubat ini dengan cara:
Pertama, bersegera melakukan taubat. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya tobat di sisi Allah hanyalah tobat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertobat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah tobatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS An-Nisa [4]: 17)
Kedua, bersegera melakukan berbagai macam kebaikan sebelum datangnya masa yang menyebabkan kita sulit untuk melakukan kebaikan. Rasulullah saw. bersabda, “Bersegeralah kalian untuk mengerjakan amal-amal saleh, karena akan terjadi berbagai fitnah yang menyerupai malam yang gelap gulita..” (HR Muslim dan Tirmidzi)
Ketiga, berusaha meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Dengan takwa kita akan diberi kemampuan untuk membedakan yang benar dan salah. (QS Al-Anfaal [8]: 29)
Oleh : H Moch Hisyam
Pemimpin Bijaksana
Pemimpin Bijaksana
Suatu saat ketika Rasulullah SAW bersama para sahabat selesai melaksanakan shalat berjamaah, Umar bin Khattab salah satu sahabat dekat Rasul yang berada di shaf depan merasa terganggu pikirannya. Setiap gerakan Rasulullah SAW di depan para sahabat terasa berat dan sukar. Terdengar bebunyian yang demikian mencolok seolah persendian beliau saling bergesekan satu sama lain. Shalat kali ini terasa lebih lama dari biasanya.
Usai shalat, Umar ra yang begitu khawatir dengan kondisi Rasulullah mendatangi beliau. Dengan hati-hati Umar duduk di sisi beliau yang serta-merta beliau sambut dengan senyuman. “Ya Rasulullah, kami melihat seolah-olah engkau sedang menanggung penderitaan yang sangat berat, sakitkah engkau, ya Rasul?” tanya Umar. Rasulullah SAW tersenyum sambil menggeleng, “Tidak wahai Umar, Alhamdulilah aku sehat.
“Mengapa setiap kali engkau menggerakkan tubuhmu, kami mendengar seolah-olah sendi tubuhmu saling bergesekan?” Umar memperlihatkan ekspresi wajah prihatin, penuh kasih saying, dan khawatir. “Kami yakin engkau sedang sakit wahai Rasul.
Meskipun kondisinya agak lemah dan agak pucat, Rasulullah SAW tetap tersenyum. Sepertinya berupaya menjadi pelipur lara dari sesuatu yang tidak beliau katakan meskipun kepada Umar sahabat dekatnya.
Karena jawaban “tidak” atau “aku baik-baik saja” beliau rasakan sudah tidak mencukupi lagi, Rasulullah SAW mengangkat jubahnya hingga bagian perut beliau terlihat nyata. Seketika Umar dan sahabat terpana. Tampak perut beliau begitu kempis, perut itu dililit oleh kain yang membuntal berisi kerikil-kerikil. Kerikil-kerikil yang menimbulkan suara berisik ketika mengimami shalat. Kerikil-kerikil yang memancing keingintahuan Umar dan menyangka beliau sedang dalam kondisi sakit serius.
“Ya Rasul,” suara Umar bergetar oleh rasa iba dan penyesalan, “Apakah jika engkau mengatakan sedang lapar dan tidak punya makanan, kami tidak akan menyediakan dan menyiapkannya untuk engkau?"
Beliau menutup kembali perutnya dengan helai jubahnya yang menjuntai seraya menatap Umar dengan tatapan penuh pancaran cinta yang utuh. “Tidak, ya Umar. Aku tahu, apa pun akan kalian korbankan demi aku, akan tetapi apa yang akan aku katakan di hadapan Allah nanti jika sebagai pemimpin aku menjadi beban bagi umatku?”
Beliau mengedarkan pandangan kepada para sahabatnya yang lain seraya berkata, “Biarlah kelaparan ini sebagai hadiah dari Allah untukku agar umatku kelak tidak ada yang kelaparan di dunia, terlebih di akhirat.”
Subhanallah, siapa pun yang mendengar kalimat beliau seketika terdiam, ada yang berdenyar merambat ke bola mata mereka, beberapa terisak haru. Umar maklum bahwa dia tidak akan sanggup melangkah lebih jauh, memaksa beliau untuk mengikuti keinginannya.
Mahasuci Allah yang telah mengutus seorang pemimpin yang begitu mulia akhlak dan perkataannya. Alangkah rindunya kita kepada pemimpin sebijaksana beliau yang tidak mau membebani umatnya. Kelak pemimpin seperti inilah yang akan dinaungi oleh naungan Allah pada saat tidak ada naungan selain dari-Nya.
Toha MT
www.republikam.co.id
Suatu saat ketika Rasulullah SAW bersama para sahabat selesai melaksanakan shalat berjamaah, Umar bin Khattab salah satu sahabat dekat Rasul yang berada di shaf depan merasa terganggu pikirannya. Setiap gerakan Rasulullah SAW di depan para sahabat terasa berat dan sukar. Terdengar bebunyian yang demikian mencolok seolah persendian beliau saling bergesekan satu sama lain. Shalat kali ini terasa lebih lama dari biasanya.
Usai shalat, Umar ra yang begitu khawatir dengan kondisi Rasulullah mendatangi beliau. Dengan hati-hati Umar duduk di sisi beliau yang serta-merta beliau sambut dengan senyuman. “Ya Rasulullah, kami melihat seolah-olah engkau sedang menanggung penderitaan yang sangat berat, sakitkah engkau, ya Rasul?” tanya Umar. Rasulullah SAW tersenyum sambil menggeleng, “Tidak wahai Umar, Alhamdulilah aku sehat.
“Mengapa setiap kali engkau menggerakkan tubuhmu, kami mendengar seolah-olah sendi tubuhmu saling bergesekan?” Umar memperlihatkan ekspresi wajah prihatin, penuh kasih saying, dan khawatir. “Kami yakin engkau sedang sakit wahai Rasul.
Meskipun kondisinya agak lemah dan agak pucat, Rasulullah SAW tetap tersenyum. Sepertinya berupaya menjadi pelipur lara dari sesuatu yang tidak beliau katakan meskipun kepada Umar sahabat dekatnya.
Karena jawaban “tidak” atau “aku baik-baik saja” beliau rasakan sudah tidak mencukupi lagi, Rasulullah SAW mengangkat jubahnya hingga bagian perut beliau terlihat nyata. Seketika Umar dan sahabat terpana. Tampak perut beliau begitu kempis, perut itu dililit oleh kain yang membuntal berisi kerikil-kerikil. Kerikil-kerikil yang menimbulkan suara berisik ketika mengimami shalat. Kerikil-kerikil yang memancing keingintahuan Umar dan menyangka beliau sedang dalam kondisi sakit serius.
“Ya Rasul,” suara Umar bergetar oleh rasa iba dan penyesalan, “Apakah jika engkau mengatakan sedang lapar dan tidak punya makanan, kami tidak akan menyediakan dan menyiapkannya untuk engkau?"
Beliau menutup kembali perutnya dengan helai jubahnya yang menjuntai seraya menatap Umar dengan tatapan penuh pancaran cinta yang utuh. “Tidak, ya Umar. Aku tahu, apa pun akan kalian korbankan demi aku, akan tetapi apa yang akan aku katakan di hadapan Allah nanti jika sebagai pemimpin aku menjadi beban bagi umatku?”
Beliau mengedarkan pandangan kepada para sahabatnya yang lain seraya berkata, “Biarlah kelaparan ini sebagai hadiah dari Allah untukku agar umatku kelak tidak ada yang kelaparan di dunia, terlebih di akhirat.”
Subhanallah, siapa pun yang mendengar kalimat beliau seketika terdiam, ada yang berdenyar merambat ke bola mata mereka, beberapa terisak haru. Umar maklum bahwa dia tidak akan sanggup melangkah lebih jauh, memaksa beliau untuk mengikuti keinginannya.
Mahasuci Allah yang telah mengutus seorang pemimpin yang begitu mulia akhlak dan perkataannya. Alangkah rindunya kita kepada pemimpin sebijaksana beliau yang tidak mau membebani umatnya. Kelak pemimpin seperti inilah yang akan dinaungi oleh naungan Allah pada saat tidak ada naungan selain dari-Nya.
Toha MT
www.republikam.co.id
Tawadhu
Tawadhu
Alkisah, Jablah bin Aiham, raja dari Kerajaan Gassanah melakukan perjalanan ke Madinah. Menurut para sejarawan, ia datang bersama rombongan ke kota suci kedua bagi umat Islam itu untuk masuk Islam. Begitu sampai di Madinah, rombongan itu diterima dengan penuh suka cita oleh Khalifah Umar bin Khathab.
Saat musim haji tiba, Jablah menunaikan haji bersama Umar. Saat ber-tawaf, sarung raja Gassanah itu terinjak hingga terlepas. Jablah pun murka dan memukul lelaki yang menginjak sarungnya hingga berdarah. Pria yang berasal dari suku Fuzarah itu mengadu kepada Umar.
"Mengapa kamu memukul lelaki ini?" tanya Umar. "Dia telah menginjak sarungku hingga terlepas," jawab Jablah. Umar berkata, "Bukankah kamu telah menyatakan masuk Islam? Sebagai balasannya, kamu harus berusaha membuatnya rela atau dia melakukan tindakan seperti tindakan yang telah kamu lakukan terhadapnya."
Dengan penuh kesombongan, Jablah berkat, "Apakah hal ini pantas aku lakukan! Aku adalah raja, sedangkan dia adalah rakyat jelata." Umar dengan tegas berseru, "Islam memandang sama antara dirimu (raja) dan dirinya (rakyat jelata). Tidak ada hal yang membuatmu memiliki derajat lebih tinggi daripada dia, selain amal kebaikan."
"Demi Allah, aku masuk Islam dan berharap dapat menjadi lebih mulia daripada masa jahiliah."
Umar berkata, "Kamu akan seperti itu." Jablah berkata, "Tangguhkanlah aku sampai besok agar aku dapat berpikir tentang hal ini, wahai Amirul Mukminin." Umar berkata, "Silakan."
Namun pada malam hari, Jablah dan rombongannya malah melarikan diri hingga sampai di Konstantinopel dan bertemu dengan Heraklius. Ia tak mau bersikap tawadhu dan memilih keluar dari ajaran Islam yang mengajarkan persamaan derajat.
Kisah yang tercantum dalam Sirah Umar bin al-Khaththab karya Ahmad at-Taji itu mengandung pesan bahwa Islam mengajarkan sikap tawadhu seperti dicontohkan Rasulullah SAW dan para sahabatnya.
Tawadhu adalah sikap tunduk kepada Allah dan rendah hati serta sayang terhadap hamba-Nya. Insan yang tawadhu adalah hamba-hamba Allah yang yang berjalan di bumi dengan rendah hati.
(QS Al-Furqan [25]:63).
Orang yang tawadhu adalah mereka yang tak pernah sombong dan bersikap angkuh serta tak pernah menyombongkan diri. Allah SWT berfirman, "Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di muka bumi dengan angkuh.
Sungguh Allah tak menyukai orangorang yang sombong dan membanggakan diri." (QS asy-Syu'ara [31]:18). Sesunguhnya, orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. (QS Al-Hujurat [49]:13).
Mudah-mudahan bangsa ini dapat mengembangkan budaya tawadhu, antara pejabat dan rakyat, rakyat dengan rakyat, sehingga tumbuh menjadi bangsa kuat yang ditopang oleh budaya kebersamaan dan saling menghormati.
Oleh Prof Nanat Fatah Natsir
Repubika.co.id
Alkisah, Jablah bin Aiham, raja dari Kerajaan Gassanah melakukan perjalanan ke Madinah. Menurut para sejarawan, ia datang bersama rombongan ke kota suci kedua bagi umat Islam itu untuk masuk Islam. Begitu sampai di Madinah, rombongan itu diterima dengan penuh suka cita oleh Khalifah Umar bin Khathab.
Saat musim haji tiba, Jablah menunaikan haji bersama Umar. Saat ber-tawaf, sarung raja Gassanah itu terinjak hingga terlepas. Jablah pun murka dan memukul lelaki yang menginjak sarungnya hingga berdarah. Pria yang berasal dari suku Fuzarah itu mengadu kepada Umar.
"Mengapa kamu memukul lelaki ini?" tanya Umar. "Dia telah menginjak sarungku hingga terlepas," jawab Jablah. Umar berkata, "Bukankah kamu telah menyatakan masuk Islam? Sebagai balasannya, kamu harus berusaha membuatnya rela atau dia melakukan tindakan seperti tindakan yang telah kamu lakukan terhadapnya."
Dengan penuh kesombongan, Jablah berkat, "Apakah hal ini pantas aku lakukan! Aku adalah raja, sedangkan dia adalah rakyat jelata." Umar dengan tegas berseru, "Islam memandang sama antara dirimu (raja) dan dirinya (rakyat jelata). Tidak ada hal yang membuatmu memiliki derajat lebih tinggi daripada dia, selain amal kebaikan."
"Demi Allah, aku masuk Islam dan berharap dapat menjadi lebih mulia daripada masa jahiliah."
Umar berkata, "Kamu akan seperti itu." Jablah berkata, "Tangguhkanlah aku sampai besok agar aku dapat berpikir tentang hal ini, wahai Amirul Mukminin." Umar berkata, "Silakan."
Namun pada malam hari, Jablah dan rombongannya malah melarikan diri hingga sampai di Konstantinopel dan bertemu dengan Heraklius. Ia tak mau bersikap tawadhu dan memilih keluar dari ajaran Islam yang mengajarkan persamaan derajat.
Kisah yang tercantum dalam Sirah Umar bin al-Khaththab karya Ahmad at-Taji itu mengandung pesan bahwa Islam mengajarkan sikap tawadhu seperti dicontohkan Rasulullah SAW dan para sahabatnya.
Tawadhu adalah sikap tunduk kepada Allah dan rendah hati serta sayang terhadap hamba-Nya. Insan yang tawadhu adalah hamba-hamba Allah yang yang berjalan di bumi dengan rendah hati.
(QS Al-Furqan [25]:63).
Orang yang tawadhu adalah mereka yang tak pernah sombong dan bersikap angkuh serta tak pernah menyombongkan diri. Allah SWT berfirman, "Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di muka bumi dengan angkuh.
Sungguh Allah tak menyukai orangorang yang sombong dan membanggakan diri." (QS asy-Syu'ara [31]:18). Sesunguhnya, orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. (QS Al-Hujurat [49]:13).
Mudah-mudahan bangsa ini dapat mengembangkan budaya tawadhu, antara pejabat dan rakyat, rakyat dengan rakyat, sehingga tumbuh menjadi bangsa kuat yang ditopang oleh budaya kebersamaan dan saling menghormati.
Oleh Prof Nanat Fatah Natsir
Repubika.co.id
Mengubah Diri Sendiri
Hikmah Mengubah Diri Sendiri
Di alam ini, segala hal berubah, dan tak ada yang tak berubah, kecuali perubahan itu sendiri. Pada masa kita sekarang, perubahan berjalan sangat cepat, bahkan dahsyat dan dramatik. Kita semua, tak bisa tidak, berjalan bersama atau seiring dengan perubahan itu. Tak berlebihan bila Alan Deutschman pernah menulis buku, untuk mengingatkan kita semua, dengan judul agak ekstrim, “Change or Die”(Berubah atau Mati).
Perubahan pada hakekatnya adalah ketetapan Allah (sunnatullah) yang berlangsung konstan (ajek), tidak pernah berubah, serta tidak bisa dilawan, sebagai bukti dari wujud dan kuasa-Nya (QS. Ali Imran [3]: 190-191). Namun, perubahan yang dikehendaki, yaitu perubahan menuju kemajuan, tidak datang dari langit (given) atau datang secara cuma-cuma (taken for granted). Hal ini, karena Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri mengubah diri mereka sendiri (QS. Al-Ra`d [13]: 11).
Untuk mencapai kemajuan, setiap orang harus merencanakan perubahan, dan perubahan itu harus datang dan dimulai dari diri sendiri. Perubahan sejatinya tidak dapat dipaksakan dari luar, tetapi merupakan revolusi kesadaran yang lahir dari dalam. Itu sebabnya, kepada orang yang bertanya soal hijrah dan jihad, Nabi berpesan. Kata beliau, “Ibda’ bi nafsik, faghzuha” (mulailah dari dirimu sendiri, lalu berperanglah!). (HR. al-Thayalisi dari Abdullah Ibn `Umar).
Seperti diharapkan Nabi SAW dalam riwayat di atas, perubahan dari dalam dan dari diri sendiri merupakan pangkal segala perubahan, dan sekaligus merupakan kepemimpinan dalam arti yang sebenarnya. Hakekat kepemimpinan adalah kepemimpinan atas diri sendiri. Dikatakan demikian, karena seorang tak mungkin memimpin dan mengubah orang lain, bila ia tak sanggup memimpin dan mengubah dirinya sendiri.
Perubahan dalam diri manusia dimulai dari perubahan cara pandang atau perubahan paradigma pikir (mindset). Manusia tak mungkin mengubah hidupnya, bilamana ia tak mampu mengubah paradigma pikirnya. Karena itu, kita disuruh mengubah pikiran kita agar kita dapat mengubah hidup kita (Change Our Thinking Change Our Life).
Selanjutnya, perubahan paradigma harus disertai dengan perubahan dalam penguasaan ilmu dan keterampilan. Perubahan yang satu ini memerlukan pembelajaran dan pembiasaan (learning habits) yang perlu terus diasah.
Akhirnya, perubahan diri itu, menurut Imam al-Ghazali, membutuhkan tindakan nyata (al-Af`al). Ilmu hanya menjadi kekuatan jika ia benar-benar dikelola menjadi program dan tindakan nyata yang mendatangkan kebaikan bagi orang lain. Pada tahap ini, tindakan menjadi faktor pamungkas, dan menjadi satu-satunya kekuatan yang bisa mengubah cita-cita (harapan) menjadi realita (kenyataan). Wallahu a`lam!
Oleh: A Ilyas Ismail
Dimuat di Republika edisi 7 Januari 2011
Republika OnLine » Ensiklopedia Islam » Hikmah
Di alam ini, segala hal berubah, dan tak ada yang tak berubah, kecuali perubahan itu sendiri. Pada masa kita sekarang, perubahan berjalan sangat cepat, bahkan dahsyat dan dramatik. Kita semua, tak bisa tidak, berjalan bersama atau seiring dengan perubahan itu. Tak berlebihan bila Alan Deutschman pernah menulis buku, untuk mengingatkan kita semua, dengan judul agak ekstrim, “Change or Die”(Berubah atau Mati).
Perubahan pada hakekatnya adalah ketetapan Allah (sunnatullah) yang berlangsung konstan (ajek), tidak pernah berubah, serta tidak bisa dilawan, sebagai bukti dari wujud dan kuasa-Nya (QS. Ali Imran [3]: 190-191). Namun, perubahan yang dikehendaki, yaitu perubahan menuju kemajuan, tidak datang dari langit (given) atau datang secara cuma-cuma (taken for granted). Hal ini, karena Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri mengubah diri mereka sendiri (QS. Al-Ra`d [13]: 11).
Untuk mencapai kemajuan, setiap orang harus merencanakan perubahan, dan perubahan itu harus datang dan dimulai dari diri sendiri. Perubahan sejatinya tidak dapat dipaksakan dari luar, tetapi merupakan revolusi kesadaran yang lahir dari dalam. Itu sebabnya, kepada orang yang bertanya soal hijrah dan jihad, Nabi berpesan. Kata beliau, “Ibda’ bi nafsik, faghzuha” (mulailah dari dirimu sendiri, lalu berperanglah!). (HR. al-Thayalisi dari Abdullah Ibn `Umar).
Seperti diharapkan Nabi SAW dalam riwayat di atas, perubahan dari dalam dan dari diri sendiri merupakan pangkal segala perubahan, dan sekaligus merupakan kepemimpinan dalam arti yang sebenarnya. Hakekat kepemimpinan adalah kepemimpinan atas diri sendiri. Dikatakan demikian, karena seorang tak mungkin memimpin dan mengubah orang lain, bila ia tak sanggup memimpin dan mengubah dirinya sendiri.
Perubahan dalam diri manusia dimulai dari perubahan cara pandang atau perubahan paradigma pikir (mindset). Manusia tak mungkin mengubah hidupnya, bilamana ia tak mampu mengubah paradigma pikirnya. Karena itu, kita disuruh mengubah pikiran kita agar kita dapat mengubah hidup kita (Change Our Thinking Change Our Life).
Selanjutnya, perubahan paradigma harus disertai dengan perubahan dalam penguasaan ilmu dan keterampilan. Perubahan yang satu ini memerlukan pembelajaran dan pembiasaan (learning habits) yang perlu terus diasah.
Akhirnya, perubahan diri itu, menurut Imam al-Ghazali, membutuhkan tindakan nyata (al-Af`al). Ilmu hanya menjadi kekuatan jika ia benar-benar dikelola menjadi program dan tindakan nyata yang mendatangkan kebaikan bagi orang lain. Pada tahap ini, tindakan menjadi faktor pamungkas, dan menjadi satu-satunya kekuatan yang bisa mengubah cita-cita (harapan) menjadi realita (kenyataan). Wallahu a`lam!
Oleh: A Ilyas Ismail
Dimuat di Republika edisi 7 Januari 2011
Republika OnLine » Ensiklopedia Islam » Hikmah
Indikator Kesuksesan Hidup
Indikator Kesuksesan Hidup
Sebagaimana telah sama sama kita yakini bahwa orang-orang yang beriman adalah orang-orang yang didorong untuk selalu sukses di dalam kehidupannya (kesuksesan yang hakiki), baik di dunia maupun di akhirat nanti, apa pun posisi, kedudukan, dan profesinya. Seruan untuk menggapai kemenangan dan kesuksesan ini dikumandangkan pada setiap azan maupun ikamah ketika hendak melaksanakan shalat, yaitu kalimat hayya 'alal-falaah (mari kita raih kesuksesan dan keberhasilan).
Yang perlu kita sadari bersama bahwa indikator kesukesan dalam pandangan ajaran Islam bukan semata-mata pada aspek materi dan bukan pula sebaliknya hanya pada aspek rohani.
Bukan pula pada aspek hablumminallah saja dengan mengabaikan hablumminannas atau sebaliknya, tetapi keseimbangan antara keduanya (tawazun) saling melengkapi dan saling mengisi.
Indikator kesuksesan yang bersifat tawazun ini, antara lain, seperti diungkapkan dalam QS Al-Mukminun (23): 1-11 (yang sering dijadikan contoh pribadi Rasulullah SAW yang sukses), yaitu:
Pertama, selalu berusaha untuk menegakkan shalat dengan penuh kekhusyukan dengan cara menjadikan shalat sebagai sebuah kebutuhan utama di samping kewajiban. Shalat dijadikan sebagai medium utama untuk meraih pertolongan dan ridha Allah SWT. Apalagi jika ditambah dengan shalat berjamaah yang dijadikannya untuk membangun silaturahim dan menguatkan ukhuwah Islamiyah di antara sesama orang yang rukuk dan sujud.
Kedua, mampu menghindarkan diri dari ucapan dan tindakan yang tidak ada manfaatnya. Artinya, berusaha memiliki etos kerja dan produktivitas yang tinggi serta mempersembahkan yang terbaik dalam bidang dan keahliannya sehingga betul-betul menjadi orang yang bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungannya.
Ketiga, selalu berusaha mengeluarkan sebagian hartanya untuk diberikan kepada yang membutuhkan, terutama kaum dhuafa dalam bentuk zakat, infak, dan bentuk-bentuk kedermawanan lainnya.
Sikap ini akan melahirkan kekuatan etika dan moral di dalam mencari rezeki. Hanya rezeki yang halal-lah yang ingin ia dapatkan.
Keempat, mampu menjaga akhlak dan kehormatannya dalam pergaulan dengan lawan jenis sehingga selalu terjaga kejernihan hati, pikiran, dan juga raganya. Dalam situasi apa pun tidak pernah melakukan kegiatan hura-hura yang penuh dengan kebebasan dan permisif.
Kelima, selalu berusaha menjaga amanah dan janjinya.
Disadari betul bahwa segala potensi yang ada pada dirinya se-perti ilmu pengetahuan dan harta meru pakan amanah dan titipan dari Allah SWT yang kemudian akan dipertangungjawabkan di hadapanNya. Persepsi dan pandangan seperti ini akan menyebabkan seseorang tidak akan pernah menghalalkan segala macam cara untuk meraih kenikmatan dunia yang sifatnya sesaat dan sementara.
Inilah beberapa indikator kesuksesan hidup seorang Muslim kapan dan di mana pun, yang mudah-mudahan menjadi guideline dalam mengaplikasikan dan mengimplementasikan.
Niat yang ikhlas dan kerja keras yang dilandasi dengan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT merupakan bingkai utamanya. Wallahu a'lam.
Oleh KH Didin Hafidhuddin
Sebagaimana telah sama sama kita yakini bahwa orang-orang yang beriman adalah orang-orang yang didorong untuk selalu sukses di dalam kehidupannya (kesuksesan yang hakiki), baik di dunia maupun di akhirat nanti, apa pun posisi, kedudukan, dan profesinya. Seruan untuk menggapai kemenangan dan kesuksesan ini dikumandangkan pada setiap azan maupun ikamah ketika hendak melaksanakan shalat, yaitu kalimat hayya 'alal-falaah (mari kita raih kesuksesan dan keberhasilan).
Yang perlu kita sadari bersama bahwa indikator kesukesan dalam pandangan ajaran Islam bukan semata-mata pada aspek materi dan bukan pula sebaliknya hanya pada aspek rohani.
Bukan pula pada aspek hablumminallah saja dengan mengabaikan hablumminannas atau sebaliknya, tetapi keseimbangan antara keduanya (tawazun) saling melengkapi dan saling mengisi.
Indikator kesuksesan yang bersifat tawazun ini, antara lain, seperti diungkapkan dalam QS Al-Mukminun (23): 1-11 (yang sering dijadikan contoh pribadi Rasulullah SAW yang sukses), yaitu:
Pertama, selalu berusaha untuk menegakkan shalat dengan penuh kekhusyukan dengan cara menjadikan shalat sebagai sebuah kebutuhan utama di samping kewajiban. Shalat dijadikan sebagai medium utama untuk meraih pertolongan dan ridha Allah SWT. Apalagi jika ditambah dengan shalat berjamaah yang dijadikannya untuk membangun silaturahim dan menguatkan ukhuwah Islamiyah di antara sesama orang yang rukuk dan sujud.
Kedua, mampu menghindarkan diri dari ucapan dan tindakan yang tidak ada manfaatnya. Artinya, berusaha memiliki etos kerja dan produktivitas yang tinggi serta mempersembahkan yang terbaik dalam bidang dan keahliannya sehingga betul-betul menjadi orang yang bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungannya.
Ketiga, selalu berusaha mengeluarkan sebagian hartanya untuk diberikan kepada yang membutuhkan, terutama kaum dhuafa dalam bentuk zakat, infak, dan bentuk-bentuk kedermawanan lainnya.
Sikap ini akan melahirkan kekuatan etika dan moral di dalam mencari rezeki. Hanya rezeki yang halal-lah yang ingin ia dapatkan.
Keempat, mampu menjaga akhlak dan kehormatannya dalam pergaulan dengan lawan jenis sehingga selalu terjaga kejernihan hati, pikiran, dan juga raganya. Dalam situasi apa pun tidak pernah melakukan kegiatan hura-hura yang penuh dengan kebebasan dan permisif.
Kelima, selalu berusaha menjaga amanah dan janjinya.
Disadari betul bahwa segala potensi yang ada pada dirinya se-perti ilmu pengetahuan dan harta meru pakan amanah dan titipan dari Allah SWT yang kemudian akan dipertangungjawabkan di hadapanNya. Persepsi dan pandangan seperti ini akan menyebabkan seseorang tidak akan pernah menghalalkan segala macam cara untuk meraih kenikmatan dunia yang sifatnya sesaat dan sementara.
Inilah beberapa indikator kesuksesan hidup seorang Muslim kapan dan di mana pun, yang mudah-mudahan menjadi guideline dalam mengaplikasikan dan mengimplementasikan.
Niat yang ikhlas dan kerja keras yang dilandasi dengan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT merupakan bingkai utamanya. Wallahu a'lam.
Oleh KH Didin Hafidhuddin
Kemiskinan Bukan Takdir Allah yang tak Dapat Diubah
Kemiskinan Bukan Takdir Allah yang tak Dapat Diubah
"Allah telah menganugerahkan kepadamu segala apa yang kamu minta (butuhkan dan inginkan). Jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sesungguhnya manusia sangat aniaya lagi sangat kufur." (QS Ibrahim [14]: 13).
Kemiskinan senantiasa menjadi isu sentral di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara. Negara-negara lain pun, termasuk negara adidaya, tak luput dari kemiskinan. Pun begitu dengan Indonesia. Negara kita setelah kemerdekaan hingga sekarang memiliki problem kemiskinan. Sebagai salah satu negara dengan jumlah Muslim terbesar, hendaknya kita berpikir untuk menyelesaikan kemiskinan dengan landasan nilai-nilai luhur keislaman.
Secara hakikat, seluruh manusia tak berada pada kemiskinan. Ayat yang dikutip di atas mengindikasikan semiskin dan sefakir apa pun seseorang, ia masih diberikan nikmat tak terhingga oleh Allah. Kendati mendapatkan kesulitan dalam memperoleh keamanan finansial, kita masih diberi nikmat-nikmat dalam bentuk lain. Kenikmatan tersebut dapat berupa kesehatan, umur panjang, dan memperoleh tempat teduh meskipun seadanya.
Istilah 'miskin' diambil dari bahasa Arab. Merujuk pada kamus Al-Munawwir (1997: 649), kata 'miskin' berasal dari sakana yang berarti diam, tidak bergerak, atau tenang. Faidhullah Al-Hisn menulis, kata 'miskin' dalam bentuk mufrad disebutkan Alquran sekitar 12 kali, kemudian dalam bentuk jamak (masaakin) disebut juga sekitar 12 kali. Dari sekian ayat itu, seluruhnya menempatkan posisi si miskin sebagai orang yang perlu dibantu.
Dalam bahasa lain, si miskin dan si fakir memiliki ketidakberdayaan akibat berbagai hal. Dua di antaranya ialah akibat penindasan struktural dan kemalasan mental berusaha (kultural). Misalnya, secara struktural kemiskinan diakibatkan rakyat tidak diperhatikan dengan adanya kebijakan prorakyat, yang berdampak pada aspek kultural sehingga mereka putus asa karena kesulitan mencari penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidup.
Sebetulnya, kemiskinan bukan takdir dari Allah yang tak dapat diubah. Apabila setiap individu memiliki semangat dalam mencari penghasilan, kemiskinan dapat diberantas dari muka bumi. Kolektivitas dan kepedulian sejatinya dimanifestasikan dalam keseharian saat negeri ini dipenuhi kemiskinan.
Allah SWT berfirman, "Apabila telah selesai shalat (Jumat), bertebaranlah di bumi dan carilah fadl (kelebihan) dari Allah." (QS Al-Jumu'ah [62]: 10). Ayat ini mengindikasikan bahwa kerja keras mencari nafkah sebagai tahap mencari fadhilah-Nya.
Tanpa mengabaikan kerja keras orang miskin, tugas individu yang bernasib baik (baca: kaya dan mampu) ialah memberikan sebagian hartanya. Pelaksanaan zakat, infak, dan sedekah menuntut pengelolaan profesional agar kemiskinan dapat diminimalisasi.
Wallahua'lam.
Oleh Prof Dr Asep Muhyiddin
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA
"Allah telah menganugerahkan kepadamu segala apa yang kamu minta (butuhkan dan inginkan). Jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sesungguhnya manusia sangat aniaya lagi sangat kufur." (QS Ibrahim [14]: 13).
Kemiskinan senantiasa menjadi isu sentral di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara. Negara-negara lain pun, termasuk negara adidaya, tak luput dari kemiskinan. Pun begitu dengan Indonesia. Negara kita setelah kemerdekaan hingga sekarang memiliki problem kemiskinan. Sebagai salah satu negara dengan jumlah Muslim terbesar, hendaknya kita berpikir untuk menyelesaikan kemiskinan dengan landasan nilai-nilai luhur keislaman.
Secara hakikat, seluruh manusia tak berada pada kemiskinan. Ayat yang dikutip di atas mengindikasikan semiskin dan sefakir apa pun seseorang, ia masih diberikan nikmat tak terhingga oleh Allah. Kendati mendapatkan kesulitan dalam memperoleh keamanan finansial, kita masih diberi nikmat-nikmat dalam bentuk lain. Kenikmatan tersebut dapat berupa kesehatan, umur panjang, dan memperoleh tempat teduh meskipun seadanya.
Istilah 'miskin' diambil dari bahasa Arab. Merujuk pada kamus Al-Munawwir (1997: 649), kata 'miskin' berasal dari sakana yang berarti diam, tidak bergerak, atau tenang. Faidhullah Al-Hisn menulis, kata 'miskin' dalam bentuk mufrad disebutkan Alquran sekitar 12 kali, kemudian dalam bentuk jamak (masaakin) disebut juga sekitar 12 kali. Dari sekian ayat itu, seluruhnya menempatkan posisi si miskin sebagai orang yang perlu dibantu.
Dalam bahasa lain, si miskin dan si fakir memiliki ketidakberdayaan akibat berbagai hal. Dua di antaranya ialah akibat penindasan struktural dan kemalasan mental berusaha (kultural). Misalnya, secara struktural kemiskinan diakibatkan rakyat tidak diperhatikan dengan adanya kebijakan prorakyat, yang berdampak pada aspek kultural sehingga mereka putus asa karena kesulitan mencari penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidup.
Sebetulnya, kemiskinan bukan takdir dari Allah yang tak dapat diubah. Apabila setiap individu memiliki semangat dalam mencari penghasilan, kemiskinan dapat diberantas dari muka bumi. Kolektivitas dan kepedulian sejatinya dimanifestasikan dalam keseharian saat negeri ini dipenuhi kemiskinan.
Allah SWT berfirman, "Apabila telah selesai shalat (Jumat), bertebaranlah di bumi dan carilah fadl (kelebihan) dari Allah." (QS Al-Jumu'ah [62]: 10). Ayat ini mengindikasikan bahwa kerja keras mencari nafkah sebagai tahap mencari fadhilah-Nya.
Tanpa mengabaikan kerja keras orang miskin, tugas individu yang bernasib baik (baca: kaya dan mampu) ialah memberikan sebagian hartanya. Pelaksanaan zakat, infak, dan sedekah menuntut pengelolaan profesional agar kemiskinan dapat diminimalisasi.
Wallahua'lam.
Oleh Prof Dr Asep Muhyiddin
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA
Cahaya Diatas Cahaya.
Cahaya Diatas Cahaya.
Ittaquu firasatal mukmin, fa innahu yandhuru binurillah : Percayalah dengan Firasat orang beriman, karena Ia melihat dengan Cahaya Allah. ( Al hadist )
Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada Pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis),
Allah membimbing kepada Cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.( QS. An Nur, 24: 35)
Inilah dasar pengajaran spiritual yang sesungguhnya, digambarkan sebagai Cahaya Tuhan yang menyinari jiwa manusia. Spiritual bukan kajian ilmiah di Universitas atau Pondok Pesantren (Ma'hat) sebagaimana biasanya kita kenal. Dalam hal ini, Allah menjelaskan proses pengajaran dan bimbingan-Nya melalui perumpamaan
Myskat. Yang didalamnya terletak sebuah pelita yang tertutup kaca. Cahaya-Nya terkumpul dalam cerukan dinding yang berlubang, merupakan perumpamaan dada manusia yang dipenuhi Cahaya Allah. Dengan Cahaya itulah manusia mampu menangkap dengan jelas bimbingan Allah dalam setiap langkah kehidupannya. Cahaya ini tidak dapat diperoleh dari mendengarkan pengajian dan mengumpulkan data ilmu pengetahuan yang tercatat dalam kitab-kitab. Itu hanya petunjuk awal untuk memahami bagaimana orang bersikap dan belajar menerima bimbingan Allah secara ruhani.
Kitab Suci Al qur'an merupakan "Peta Ruhani" dan petunjuk bagi pejalan menuju Tuhan. Yang didalamnya dijelaskan mengenai pengajaran yang dapat diterima secara langsung dalam jiwa manusia. Sikap ini dikenal dengan istilah ihsan, yaitu menyadari Tuhan melihat sikap dan tindak tanduk hati manusia. Tuhan tidak hanya terbatas mengamati perilaku kita dan hanya berdiam diri. Akan tetapi Tuhan Yang Maha Hidup memberikan pengajaran kepada jiwa manusia yang percaya dan yakin atas keberadaan Tuhan. Disebutkan dalam Al qur'an Tuhan ada, namun keberadaan-Nya tidak bisa ditangkap oleh penglihatan dan pikiran manusia.
Ia ada sangat dekat dengan jiwa manusia, sehingga apa yang dibisikkan dalam hatinya terdengar dengan jelas, karena Ia Maha Mendengar. Tidak Hanya sampai disini penjelasan mengenai Tuhan, dengan tegas Al qur'an mengatakan bahwa Tuhan akan merespons setiap do'a bagi yang berdo'a. Inilah yang dinamakan sikap ihsan atas keberadaan dan kegiatan Tuhan terhadap manusia. Maka dengan demikian, pemahaman atas Tuhan dengan segala keadaan-Nya disimpulkan dalam bentuk sikap yang sederhana berikut ini :
Duduklah dalam keadaan bersih lahir maupun bathin, tinggalkan kegiatan lahir yang berasal dari nafsu. Aktifkan ruhani anda, karena Tuhan tidak bisa dijangkau oleh pikiran dan penglihatan kita. Setiap manusia pasti memiliki jiwa, dengan jiwa inilah manusia dapat berkomunikasi dengan Allah. Dan kepada jiwa manusia, Allah menuntun kegiatan Ruhani menuju pengetahuan-Nya berupa ilham. Pengetahuan ruhani dapat anda rasakan secara langsung tanpa hijab. Anda akan merasakan setiap tuntunan itu mengarah kepada kebaikan dan kebahagiaan sejati. Lihatlah hasilnya dalam Al qur'an yang menjelaskan mengenai pengalaman pengajaran spiritual dalam diri anda. Anda akan diajak berada dalam keadaannya, bukan dalam pengetahuan berupa pikiran anda. Anda akan berada (being experience) yang tidak bisa diungkapkan dalam kata dan artikulasi. Sebagaimana anda merasakan berada dalam keadaan rasa cinta yang sejati.
Allah berkata : Jika kita menyebut nama-Nya didalam jiwa dengan merendahkan diri dan penuh hormat. Maka akan diturunkan rasa tenang mengalir dalam jiwa anda. Jika anda mengalami keadaan ini, berarti anda memahaminya secara nyata dalam jiwa anda, bukan dalam pikiran anda. Allah Yang Maha Hidup selalu merespons apa yang kita lakukan dihadapan-Nya. Jika kita hadir Allah juga hadir, jika kita
berkata Allahpun berkata dalam bahasanya yang dipahami oleh Jiwa.
Lakukan seperti dibawah ini :
Allah berfirman :
.....barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah Telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.( QS. Ath Thalaq,65:2-3)
Pernahkan anda merasakan apabila ada kesulitan kemudian berdoa dan bertawakkal kepada Allah, kemudian langsung anda rasakan jawabannya dan mendapatkan jalan keluar ? Bahkan mendapatkan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka. Jika semakin buntu (tidak ada jalan keluar) apa yang anda lakukan ketika melakukan komunikasi kepada Yang Maha mengetahui segala urusan. Sudahkah anda menundukkan jiwa anda kemudian berserah total dan memahami apa yang diturunkan kedalam jiwa anda ? Sebab Allah memberikan jawaban dalam setiap doa langsung kedalam hati orang beriman. Jika tidak ada jawaban, pasti ada yang salah dalam hal ini. Karena tidak mungkin Allah mengingkari janji (laa tukhliful mi'aad).
Untuk itu, perlu dilakukan pemahaman lebih dalam persoalan kepercayaan kita kepada Allah, terutama bagaimana menangkap signal atau getaran yang dapat dipahami.
Mungkinkah orang biasa seperti kita bisa menerima petunjuk Allah, seperti apakah keadaan yang akan kita rasakan ?
Duduklah dengan penuh taqwa dan percaya serta mewakilkan (menggantungkan) segala hidupnya kepada Allah saja. Hadirlah dihadapan-Nya dengan tunduk dan hormat, hilangkan keraguan dalam hati. Sebutlah Nama Allah dengan penuh harap, sehingga terasa hening dalam jiwa anda. Rasakan keheningan yang diturunkan dalam hati anda, semakin lama akan terasa bening dan menenangkan. Tundukkan jiwa anda semakin dalam , biarkan lintasan pikiran yang sesekali muncul menggangu. Jangan perdulikan, tetapkan jiwa anda mengamati keheningan jiwa anda. Dan berusahalah tetap menyebut Nama Allah sampai pada tahapan anda mampu membedakan pikiran, emosi, perasaan dan ilham yang datang sangat cepat dan jelas.
Biasanya muncul petunjuk pada saat pikiran anda tidak terlibat, nafsu dan emosi kita tersapih.
Petunjuk datang bukan hasil rekayasa dan hayalan atau rangkaian peristiwa dalam memori dalam otak. Ia menelusup sangat cepat dan jelas, dan rasanya seperti sudah berada pada keadaan yang akan terjadi. Anda diberi kepahaman langsung kedalam jiwa anda, cirinya tidak ada keraguan. Sebab ia datang berupa keadaan seperti yang akan terjadi sebelum terjadi. Mengapa demikian ? Karena anda berada pada orbit jiwa yang tidak terikat oleh ruang dan waktu
Anda telah terlepas dari ikatan tubuh yang memilki arah dan jarak. Jiwa anda bukan badan ini, yang terikat oleh putaran bumi dan orbit matahari. Sehingga terjadi waktu akan datang dan masa lampau. Beradalah dalam jiwa anda dan mendekatlah kepada Allah, anda akan merasakan petunjuk semakin jelas.
Malang, Thursday, 25 November 2010 00:36
Written by Abu Sangkan
Ittaquu firasatal mukmin, fa innahu yandhuru binurillah : Percayalah dengan Firasat orang beriman, karena Ia melihat dengan Cahaya Allah. ( Al hadist )
Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada Pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis),
Allah membimbing kepada Cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.( QS. An Nur, 24: 35)
Inilah dasar pengajaran spiritual yang sesungguhnya, digambarkan sebagai Cahaya Tuhan yang menyinari jiwa manusia. Spiritual bukan kajian ilmiah di Universitas atau Pondok Pesantren (Ma'hat) sebagaimana biasanya kita kenal. Dalam hal ini, Allah menjelaskan proses pengajaran dan bimbingan-Nya melalui perumpamaan
Myskat. Yang didalamnya terletak sebuah pelita yang tertutup kaca. Cahaya-Nya terkumpul dalam cerukan dinding yang berlubang, merupakan perumpamaan dada manusia yang dipenuhi Cahaya Allah. Dengan Cahaya itulah manusia mampu menangkap dengan jelas bimbingan Allah dalam setiap langkah kehidupannya. Cahaya ini tidak dapat diperoleh dari mendengarkan pengajian dan mengumpulkan data ilmu pengetahuan yang tercatat dalam kitab-kitab. Itu hanya petunjuk awal untuk memahami bagaimana orang bersikap dan belajar menerima bimbingan Allah secara ruhani.
Kitab Suci Al qur'an merupakan "Peta Ruhani" dan petunjuk bagi pejalan menuju Tuhan. Yang didalamnya dijelaskan mengenai pengajaran yang dapat diterima secara langsung dalam jiwa manusia. Sikap ini dikenal dengan istilah ihsan, yaitu menyadari Tuhan melihat sikap dan tindak tanduk hati manusia. Tuhan tidak hanya terbatas mengamati perilaku kita dan hanya berdiam diri. Akan tetapi Tuhan Yang Maha Hidup memberikan pengajaran kepada jiwa manusia yang percaya dan yakin atas keberadaan Tuhan. Disebutkan dalam Al qur'an Tuhan ada, namun keberadaan-Nya tidak bisa ditangkap oleh penglihatan dan pikiran manusia.
Ia ada sangat dekat dengan jiwa manusia, sehingga apa yang dibisikkan dalam hatinya terdengar dengan jelas, karena Ia Maha Mendengar. Tidak Hanya sampai disini penjelasan mengenai Tuhan, dengan tegas Al qur'an mengatakan bahwa Tuhan akan merespons setiap do'a bagi yang berdo'a. Inilah yang dinamakan sikap ihsan atas keberadaan dan kegiatan Tuhan terhadap manusia. Maka dengan demikian, pemahaman atas Tuhan dengan segala keadaan-Nya disimpulkan dalam bentuk sikap yang sederhana berikut ini :
Duduklah dalam keadaan bersih lahir maupun bathin, tinggalkan kegiatan lahir yang berasal dari nafsu. Aktifkan ruhani anda, karena Tuhan tidak bisa dijangkau oleh pikiran dan penglihatan kita. Setiap manusia pasti memiliki jiwa, dengan jiwa inilah manusia dapat berkomunikasi dengan Allah. Dan kepada jiwa manusia, Allah menuntun kegiatan Ruhani menuju pengetahuan-Nya berupa ilham. Pengetahuan ruhani dapat anda rasakan secara langsung tanpa hijab. Anda akan merasakan setiap tuntunan itu mengarah kepada kebaikan dan kebahagiaan sejati. Lihatlah hasilnya dalam Al qur'an yang menjelaskan mengenai pengalaman pengajaran spiritual dalam diri anda. Anda akan diajak berada dalam keadaannya, bukan dalam pengetahuan berupa pikiran anda. Anda akan berada (being experience) yang tidak bisa diungkapkan dalam kata dan artikulasi. Sebagaimana anda merasakan berada dalam keadaan rasa cinta yang sejati.
Allah berkata : Jika kita menyebut nama-Nya didalam jiwa dengan merendahkan diri dan penuh hormat. Maka akan diturunkan rasa tenang mengalir dalam jiwa anda. Jika anda mengalami keadaan ini, berarti anda memahaminya secara nyata dalam jiwa anda, bukan dalam pikiran anda. Allah Yang Maha Hidup selalu merespons apa yang kita lakukan dihadapan-Nya. Jika kita hadir Allah juga hadir, jika kita
berkata Allahpun berkata dalam bahasanya yang dipahami oleh Jiwa.
Lakukan seperti dibawah ini :
Allah berfirman :
.....barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah Telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.( QS. Ath Thalaq,65:2-3)
Pernahkan anda merasakan apabila ada kesulitan kemudian berdoa dan bertawakkal kepada Allah, kemudian langsung anda rasakan jawabannya dan mendapatkan jalan keluar ? Bahkan mendapatkan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka. Jika semakin buntu (tidak ada jalan keluar) apa yang anda lakukan ketika melakukan komunikasi kepada Yang Maha mengetahui segala urusan. Sudahkah anda menundukkan jiwa anda kemudian berserah total dan memahami apa yang diturunkan kedalam jiwa anda ? Sebab Allah memberikan jawaban dalam setiap doa langsung kedalam hati orang beriman. Jika tidak ada jawaban, pasti ada yang salah dalam hal ini. Karena tidak mungkin Allah mengingkari janji (laa tukhliful mi'aad).
Untuk itu, perlu dilakukan pemahaman lebih dalam persoalan kepercayaan kita kepada Allah, terutama bagaimana menangkap signal atau getaran yang dapat dipahami.
Mungkinkah orang biasa seperti kita bisa menerima petunjuk Allah, seperti apakah keadaan yang akan kita rasakan ?
Duduklah dengan penuh taqwa dan percaya serta mewakilkan (menggantungkan) segala hidupnya kepada Allah saja. Hadirlah dihadapan-Nya dengan tunduk dan hormat, hilangkan keraguan dalam hati. Sebutlah Nama Allah dengan penuh harap, sehingga terasa hening dalam jiwa anda. Rasakan keheningan yang diturunkan dalam hati anda, semakin lama akan terasa bening dan menenangkan. Tundukkan jiwa anda semakin dalam , biarkan lintasan pikiran yang sesekali muncul menggangu. Jangan perdulikan, tetapkan jiwa anda mengamati keheningan jiwa anda. Dan berusahalah tetap menyebut Nama Allah sampai pada tahapan anda mampu membedakan pikiran, emosi, perasaan dan ilham yang datang sangat cepat dan jelas.
Biasanya muncul petunjuk pada saat pikiran anda tidak terlibat, nafsu dan emosi kita tersapih.
Petunjuk datang bukan hasil rekayasa dan hayalan atau rangkaian peristiwa dalam memori dalam otak. Ia menelusup sangat cepat dan jelas, dan rasanya seperti sudah berada pada keadaan yang akan terjadi. Anda diberi kepahaman langsung kedalam jiwa anda, cirinya tidak ada keraguan. Sebab ia datang berupa keadaan seperti yang akan terjadi sebelum terjadi. Mengapa demikian ? Karena anda berada pada orbit jiwa yang tidak terikat oleh ruang dan waktu
Anda telah terlepas dari ikatan tubuh yang memilki arah dan jarak. Jiwa anda bukan badan ini, yang terikat oleh putaran bumi dan orbit matahari. Sehingga terjadi waktu akan datang dan masa lampau. Beradalah dalam jiwa anda dan mendekatlah kepada Allah, anda akan merasakan petunjuk semakin jelas.
Malang, Thursday, 25 November 2010 00:36
Written by Abu Sangkan
Qurban
Menitikkan Air Mata Membaca Kisah Qurban Bu Sumi (Cerita pedagang hewan Qurban)
By Nandang Alik Today at 9:51pm
Kisah ini terjadi ± tahun 1995, sudah cukup lama memang, namun setiap ingin memasuki Idul Adha saya selalu teringat dengan kejadian yang pernah saya alami ini, dan sampai saat ini saya tidak pernah melupakannya.
Awalnya saat saya sedang menjajakan dagangan bersama teman (kami berempat waktu itu), kami mengeluh karena sudah 3 hari kami berdagang baru 6 ekor yang terjual, tidak seperti tahun sebelumnya, biasanya sudah puluhan ekor lakuterjual dan hari raya sudah didepan mata (tinggal 2 hari lagi).
Kami cukup gelisah waktu itu. Ketika sedang berbincang salah seorang teman mengajak sayauntuk sholat ashar dan saya pun bersama teman saya berangkat menuju masjid yang kebetulan dekat dengan tempat kami berjualan. Setelah selesai sholat, seperti biasa saya melakukan zikir dan doa. Untuk saat ini doa saya fokuskan untuk dagangan saya agar Allah memberikan kemudahan semoga kiranya dagangan saya laku (habis terjual).
Setelah selesai saya dan teman kembali bergegas untuk kembali ke tempat kami jualan, dari kejauhan kami melihat ditempat kami berjualan banyak sekali orang disana dan terlihat teman kami yang berada disana kesibukan demi melayani calon pembeli.
Akhirnya saya dan teman saya berlari untuk cepat membantu melayani teman kami. Alhamdulillah pada saat itu sudah ada yang membeli beberapa ekor kambing. Terima kasih Ya Robb, Engkau telah mendengar dan menjawab doa kami, Syukur saya dalam hati.
Namun setelah semuanya terlayani dan keadaan kembali normal, saya melihat seorang ibu-ibu sedang memperhatikan dagangan kami, seingat saya ibu ini sudah lama berada disitu, pada saat kami sedang sibuk ibu ini sudah ada namun hanya memperhatikan kami bertransaksi.
Saya tegur teman saya Ibu itu mau beli ya ? dari tadi liatin dagangan terus, emang gak ditawarin ya ?, sepertinya dari tadi udah ada disitu. Kayaknya Cuma liat-liat aja, mungkin lagi nunggu bus kali. Jawab teman singkat. Memang sih kalau dilihat dari pakaiannya sepertinya gak akan beli ( mohon maaf.. ibu itu berpakaian lusuh sambil menenteng payung lipat ditangan kanannya) kalau dilihat dari penampilannya tidak mungkin ibu itu ingin berqurban.
Namun saya coba hampiri ibu itu dan coba menawarkan.
"Silahkan bu dipilih hewannya, ada niat untuk qurban ya bu ?".
Tanpa menjawab pertanyaan saya, ibu itu langsung menunjuk, "Kalau yang itu berapa bang ?" Ibu itu menunjuk hewan yang paling murah dari hewan yang lainnya. "Kalau yang itu harganya Rp. 600.000,- bu", jawab saya.
"Harga pasnya berapa bang ?,
"Gak usah tawar lagi yabu... Rp. 500.000 deh kalau ibu mau".
Fikir saya memang dari harga segitu keuntungan saya kecil, tapi biarlah khusus untuk ibu ini.
"Uang saya Cuma ada 450 ribu, boleh ga".
Waduh... saya bingung, karena itu harga modal kami, akhirnya saya berembug dengan teman yang lain. Biarlah mungkin ini jalan pembuka untuk dagangan kita, lagi pula kalau dilihat dari penampilannya sepertinya bukan orang mampu, kasihan, hitung-hitung kita membantu niat ibu itu untuk berqurban. Sepakat kami berempat.
"Tapi bawa sendiri ya.. ?" akhirnya si ibu tadi bersedia, tapi dia minta diantar oleh saya dan ongkos bajaj-nya dia yang bayar dirumah.
Setelah saya dikasih alamat rumahnya si ibu itu langsung pulang dengan jalan kaki. Saya pun berangkat.
Ketika sampai di rumah ibu tersebut.
Subhanallaah..... Astaghfirullaah.....Alaahu Akbar, merinding saya, terasa mengigil seluruh badan saya demi melihat keadaan rumah ibu tersebut.
Ibu itu hanya tinggal bertiga dengan orang tuanya (ibunya) dan satu orang anaknya di rumah gubuk dengan berlantai tanah dan jendela dari kawat. Saya tidak melihat tempat tidur/ kasur, yang ada hanya dipan kayu beralas tikar lusuh. Diatas divan sedang tertidur seorang perempuan tua kurus yang sepertinya dalam kondisi sakit.
"Mak ... bangun mak, nih liat Sumi bawa apaân" (oh ternyata ibu ini namanya Sumi),
perempuan tua itu terbangun dan berjalan keluar.
"Ini ibu saya bang".... ibu itu mengenalkan orang tuanya kepada saya.
"Mak Sumi udah beliin kambing buat emak qurban, ntar kita bawa ke Masjid ya mak".
Orang tua itu kaget namun dari wajahnya terlihat senang dan bahagia, sambil mengelus-elus kambing orang tua itu berucap, "Alaahu Akbar... Alhamdulillaah... akhirnya kesampaian juga emak qurban".
"Nih bang duitnya, maaf ya kalau saya nawarnya terlalu murah, saya hanya kuli cuci, saya sengaja kumpulkan uang untuk beli kambing yang mau saya niatkan buat qurban ibu saya".
Aduh GUSTI....... Ampuni dosa hamba, hamba malu berhadapan dengan hambaMU yang satu ini. HambaMU yang Miskin Harta tapi dia kaya Iman.
Seperti bergetar bumi ini setelah mendengan niat dari ibu ini. Rasanya saya sudah tidak sanggup lagi berlama-lama berada disitu. Saya langsung pamit meninggalkan kebahagiaan penuh keimanan mereka bertiga.
"Bang nih ongkos bajajnya.!", panggil si Ibu,
"Sudah bu cukup, biar ongkos bajaj saya yang bayar".
Saya cepat pergi sebelum ibu itu tahu kalau mata ini sudah basah, karena tak sanggup mendapat teguran dari Allah yang sudah mempertemukan saya dengan hambaNYA yang dengan kesabaran, ketabahan dan penuh keimanan ingin memuliakan orang tuanya.
Bagaimana dengan kita?
(Dari Bp Taufik Muhammad)
By Nandang Alik Today at 9:51pm
Kisah ini terjadi ± tahun 1995, sudah cukup lama memang, namun setiap ingin memasuki Idul Adha saya selalu teringat dengan kejadian yang pernah saya alami ini, dan sampai saat ini saya tidak pernah melupakannya.
Awalnya saat saya sedang menjajakan dagangan bersama teman (kami berempat waktu itu), kami mengeluh karena sudah 3 hari kami berdagang baru 6 ekor yang terjual, tidak seperti tahun sebelumnya, biasanya sudah puluhan ekor lakuterjual dan hari raya sudah didepan mata (tinggal 2 hari lagi).
Kami cukup gelisah waktu itu. Ketika sedang berbincang salah seorang teman mengajak sayauntuk sholat ashar dan saya pun bersama teman saya berangkat menuju masjid yang kebetulan dekat dengan tempat kami berjualan. Setelah selesai sholat, seperti biasa saya melakukan zikir dan doa. Untuk saat ini doa saya fokuskan untuk dagangan saya agar Allah memberikan kemudahan semoga kiranya dagangan saya laku (habis terjual).
Setelah selesai saya dan teman kembali bergegas untuk kembali ke tempat kami jualan, dari kejauhan kami melihat ditempat kami berjualan banyak sekali orang disana dan terlihat teman kami yang berada disana kesibukan demi melayani calon pembeli.
Akhirnya saya dan teman saya berlari untuk cepat membantu melayani teman kami. Alhamdulillah pada saat itu sudah ada yang membeli beberapa ekor kambing. Terima kasih Ya Robb, Engkau telah mendengar dan menjawab doa kami, Syukur saya dalam hati.
Namun setelah semuanya terlayani dan keadaan kembali normal, saya melihat seorang ibu-ibu sedang memperhatikan dagangan kami, seingat saya ibu ini sudah lama berada disitu, pada saat kami sedang sibuk ibu ini sudah ada namun hanya memperhatikan kami bertransaksi.
Saya tegur teman saya Ibu itu mau beli ya ? dari tadi liatin dagangan terus, emang gak ditawarin ya ?, sepertinya dari tadi udah ada disitu. Kayaknya Cuma liat-liat aja, mungkin lagi nunggu bus kali. Jawab teman singkat. Memang sih kalau dilihat dari pakaiannya sepertinya gak akan beli ( mohon maaf.. ibu itu berpakaian lusuh sambil menenteng payung lipat ditangan kanannya) kalau dilihat dari penampilannya tidak mungkin ibu itu ingin berqurban.
Namun saya coba hampiri ibu itu dan coba menawarkan.
"Silahkan bu dipilih hewannya, ada niat untuk qurban ya bu ?".
Tanpa menjawab pertanyaan saya, ibu itu langsung menunjuk, "Kalau yang itu berapa bang ?" Ibu itu menunjuk hewan yang paling murah dari hewan yang lainnya. "Kalau yang itu harganya Rp. 600.000,- bu", jawab saya.
"Harga pasnya berapa bang ?,
"Gak usah tawar lagi yabu... Rp. 500.000 deh kalau ibu mau".
Fikir saya memang dari harga segitu keuntungan saya kecil, tapi biarlah khusus untuk ibu ini.
"Uang saya Cuma ada 450 ribu, boleh ga".
Waduh... saya bingung, karena itu harga modal kami, akhirnya saya berembug dengan teman yang lain. Biarlah mungkin ini jalan pembuka untuk dagangan kita, lagi pula kalau dilihat dari penampilannya sepertinya bukan orang mampu, kasihan, hitung-hitung kita membantu niat ibu itu untuk berqurban. Sepakat kami berempat.
"Tapi bawa sendiri ya.. ?" akhirnya si ibu tadi bersedia, tapi dia minta diantar oleh saya dan ongkos bajaj-nya dia yang bayar dirumah.
Setelah saya dikasih alamat rumahnya si ibu itu langsung pulang dengan jalan kaki. Saya pun berangkat.
Ketika sampai di rumah ibu tersebut.
Subhanallaah..... Astaghfirullaah.....Alaahu Akbar, merinding saya, terasa mengigil seluruh badan saya demi melihat keadaan rumah ibu tersebut.
Ibu itu hanya tinggal bertiga dengan orang tuanya (ibunya) dan satu orang anaknya di rumah gubuk dengan berlantai tanah dan jendela dari kawat. Saya tidak melihat tempat tidur/ kasur, yang ada hanya dipan kayu beralas tikar lusuh. Diatas divan sedang tertidur seorang perempuan tua kurus yang sepertinya dalam kondisi sakit.
"Mak ... bangun mak, nih liat Sumi bawa apaân" (oh ternyata ibu ini namanya Sumi),
perempuan tua itu terbangun dan berjalan keluar.
"Ini ibu saya bang".... ibu itu mengenalkan orang tuanya kepada saya.
"Mak Sumi udah beliin kambing buat emak qurban, ntar kita bawa ke Masjid ya mak".
Orang tua itu kaget namun dari wajahnya terlihat senang dan bahagia, sambil mengelus-elus kambing orang tua itu berucap, "Alaahu Akbar... Alhamdulillaah... akhirnya kesampaian juga emak qurban".
"Nih bang duitnya, maaf ya kalau saya nawarnya terlalu murah, saya hanya kuli cuci, saya sengaja kumpulkan uang untuk beli kambing yang mau saya niatkan buat qurban ibu saya".
Aduh GUSTI....... Ampuni dosa hamba, hamba malu berhadapan dengan hambaMU yang satu ini. HambaMU yang Miskin Harta tapi dia kaya Iman.
Seperti bergetar bumi ini setelah mendengan niat dari ibu ini. Rasanya saya sudah tidak sanggup lagi berlama-lama berada disitu. Saya langsung pamit meninggalkan kebahagiaan penuh keimanan mereka bertiga.
"Bang nih ongkos bajajnya.!", panggil si Ibu,
"Sudah bu cukup, biar ongkos bajaj saya yang bayar".
Saya cepat pergi sebelum ibu itu tahu kalau mata ini sudah basah, karena tak sanggup mendapat teguran dari Allah yang sudah mempertemukan saya dengan hambaNYA yang dengan kesabaran, ketabahan dan penuh keimanan ingin memuliakan orang tuanya.
Bagaimana dengan kita?
(Dari Bp Taufik Muhammad)
Tujuh Kelebihan dari Bersabar
Tujuh Kelebihan dari Bersabar
Negeri ini kembali berduka. Wasior diterjang banjir bandang. Mentawai disapu tsunami. Gunung Merapi memuntahkan kandungannya. Korban nyawa dan harta pun tak terhindarkan. Kita pun kembali menyadari betapa sangat lemah dan tak berdayanya diri ini di hadapan Sang Penguasa Kehidupan.
Saudaraku, tidaklah suatu kejadian dialami manusia, kecuali semuanya sudah ditentukan Sang Maha Menakdirkan (QS al-Hadid [57]: 22). Sungguh, takdir Allah adalah takdir Allah. Kita tidak mungkin bisa menolaknya. Hanya kita memohon kepada-Nya, semoga diberi kekuatan dan kecerdasan dalam menyibak hikmah di balik bahasa takdir-Nya.
Semoga kita termasuk golongan hamba-Nya yang bersabar dengan semua takdir-Nya. Bersabar dengan semua keadaan dan berbagai deret peristiwa mahapahit lainnya. Ketahuilah, inilah yang akan didapat oleh hamba-Nya yang mau bersabar.
Pertama, mendapatkan pahala surga dari Allah (baca: QS ar-Ra'd, [13]: 23 - 24). Anas bin Malik RA mendengar Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya Allah berfirman, 'Apabila Aku menguji hamba-Ku dengan kedua matanya, kemudian dia bersabar, maka aku gantikan surga baginya'." (HR Bukhari).
Kedua, sabar merupakan dhiya (cahaya yang amat terang). Dengan kesabaran inilah, seseorang akan mampu menyingkap kegelapan. Rasulullah SAW mengungkapkan, "… dan kesabaran merupakan cahaya yang terang." (HR Muslim).
Ketiga, kesabaran merupakan anugerah Allah yang paling baik.. "… dan tidaklah seseorang itu diberi sesuatu yang lebih baik dan lebih lapang daripada kesabaran." (Muttafaqun Alaih).
Keempat, kesabaran merupakan salah satu sifat sekaligus ciri orang Mukmin. "Sungguh menakjubkan perkara orang yang beriman karena segala perkaranya adalah baik. Jika ia mendapatkan kenikmatan, ia bersyukur karena (mengetahui) bahwa hal itu memang baik baginya. Jika tertimpa musibah atau kesulitan, ia bersabar karena (mengetahui) bahwa hal itu baik baginya." (HR Muslim).
Kelima, sabar merupakan sifat para nabi.
Keenam, kesabaran dapat menghapuskan dosa. Rasulullah menggambarkannya dalam sebuah hadis, "Tidaklah seorang Muslim mendapatkan kelelahan, sakit, kecemasan, kesedihan, marabahaya, dan juga kesusahan hingga duri menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan dosa-dosanya dengan hal tersebut." (HR Bukhari dan Muslim).
Ketujuh, kesabaran merupakan sebuah keniscayaan. Seseorang tak boleh putus asa hingga ia menginginkan kematian. Sekiranya memang sudah sangat terpaksa, hendaklah ia berdoa kepada-Nya agar memberikan yang terbaik baginya: apakah kehidupan atau kematian.
"Janganlah salah seorang di antara kalian mengangan-angankan datangnya kematian karena musibah yang menimpanya. Sekiranya, ia memang harus mengharapkannya, hendaklah ia berdoa, 'Ya, Allah, teruskanlah hidupku ini sekiranya hidup itu lebih baik untukku. Wafatkanlah aku sekiranya itu lebih baik bagiku'." (HR Bukhari Muslim). Demikianlah keutamaan bagi orang-orang yang sabar.
Wallahu a'lam.
Oleh Ustaz Muhammad Arifin Ilham
Republika, Jumat, 05 November 2010, 02:05 WIB
Negeri ini kembali berduka. Wasior diterjang banjir bandang. Mentawai disapu tsunami. Gunung Merapi memuntahkan kandungannya. Korban nyawa dan harta pun tak terhindarkan. Kita pun kembali menyadari betapa sangat lemah dan tak berdayanya diri ini di hadapan Sang Penguasa Kehidupan.
Saudaraku, tidaklah suatu kejadian dialami manusia, kecuali semuanya sudah ditentukan Sang Maha Menakdirkan (QS al-Hadid [57]: 22). Sungguh, takdir Allah adalah takdir Allah. Kita tidak mungkin bisa menolaknya. Hanya kita memohon kepada-Nya, semoga diberi kekuatan dan kecerdasan dalam menyibak hikmah di balik bahasa takdir-Nya.
Semoga kita termasuk golongan hamba-Nya yang bersabar dengan semua takdir-Nya. Bersabar dengan semua keadaan dan berbagai deret peristiwa mahapahit lainnya. Ketahuilah, inilah yang akan didapat oleh hamba-Nya yang mau bersabar.
Pertama, mendapatkan pahala surga dari Allah (baca: QS ar-Ra'd, [13]: 23 - 24). Anas bin Malik RA mendengar Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya Allah berfirman, 'Apabila Aku menguji hamba-Ku dengan kedua matanya, kemudian dia bersabar, maka aku gantikan surga baginya'." (HR Bukhari).
Kedua, sabar merupakan dhiya (cahaya yang amat terang). Dengan kesabaran inilah, seseorang akan mampu menyingkap kegelapan. Rasulullah SAW mengungkapkan, "… dan kesabaran merupakan cahaya yang terang." (HR Muslim).
Ketiga, kesabaran merupakan anugerah Allah yang paling baik.. "… dan tidaklah seseorang itu diberi sesuatu yang lebih baik dan lebih lapang daripada kesabaran." (Muttafaqun Alaih).
Keempat, kesabaran merupakan salah satu sifat sekaligus ciri orang Mukmin. "Sungguh menakjubkan perkara orang yang beriman karena segala perkaranya adalah baik. Jika ia mendapatkan kenikmatan, ia bersyukur karena (mengetahui) bahwa hal itu memang baik baginya. Jika tertimpa musibah atau kesulitan, ia bersabar karena (mengetahui) bahwa hal itu baik baginya." (HR Muslim).
Kelima, sabar merupakan sifat para nabi.
Keenam, kesabaran dapat menghapuskan dosa. Rasulullah menggambarkannya dalam sebuah hadis, "Tidaklah seorang Muslim mendapatkan kelelahan, sakit, kecemasan, kesedihan, marabahaya, dan juga kesusahan hingga duri menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan dosa-dosanya dengan hal tersebut." (HR Bukhari dan Muslim).
Ketujuh, kesabaran merupakan sebuah keniscayaan. Seseorang tak boleh putus asa hingga ia menginginkan kematian. Sekiranya memang sudah sangat terpaksa, hendaklah ia berdoa kepada-Nya agar memberikan yang terbaik baginya: apakah kehidupan atau kematian.
"Janganlah salah seorang di antara kalian mengangan-angankan datangnya kematian karena musibah yang menimpanya. Sekiranya, ia memang harus mengharapkannya, hendaklah ia berdoa, 'Ya, Allah, teruskanlah hidupku ini sekiranya hidup itu lebih baik untukku. Wafatkanlah aku sekiranya itu lebih baik bagiku'." (HR Bukhari Muslim). Demikianlah keutamaan bagi orang-orang yang sabar.
Wallahu a'lam.
Oleh Ustaz Muhammad Arifin Ilham
Republika, Jumat, 05 November 2010, 02:05 WIB
Bagi Orang Yang Sudah Selesai
Barang siapa yang ingin melakukan AMAL SHALEH, maka syarat WAJIBNYA adalah…
Dia Sudah Tidak Lagi:
Bertanya, berbicara, berdiskusi, apalagi bertengkar tentang siapa dirinya.
Bertanya, berbicara, berdiskusi, apalagi bertengkar tentang dari mana asalnya.
Bertanya, berbicara, berdiskusi, apalagi bertengkar tentang buat apa dia ada.
Bertanya, berbicara, berdiskusi, apalagi bertengkar tentang apa tugasnya.
Bertanya, berbicara, berdiskusi, apalagi bertengkar tentang kemana dia akan kembali.
Dengan begitu, namanya dia sudah SELESAI dengan dirinya sendiri.
Kalau dia belum SELESAI dengan dirinya sendiri, bagaimana bisa dia SELESAI dengan YANG LAIN?. Dan bagaimana bisa pula dia melakukan AMAL SHALEH?. IMPOSSIBLE…!. Karena dia akan MENJADI sibuk dengan dirinya sendiri untuk selamanya.
Kalau dia sudah SELESAI dengan dirinya,
Lalu Dia Sudah Tidak Lagi:
Bertanya, berbicara, berdiskusi, apalagi bertengkar tentang siapa ALLAH.
Bertanya, berbicara, berdiskusi, apalagi bertengkar tentang dimana ALLAH.
Bertanya, berbicara, berdiskusi, apalagi bertengkar tentang Zat ALLAH.
Bertanya, berbicara, berdiskusi, apalagi bertengkar tentang Wujud ALLAH.
Bertanya, berbicara, berdiskusi, apalagi bertengkar tentang Sifat ALLAH.
Bertanya, berbicara, berdiskusi, apalagi bertengkar tentang nama-nama ALLAH.
Bertanya, berbicara, berdiskusi, apalagi bertengkar tentang Laa Ilaha Illallah.
Dengan begitu, namanya dia sudah SELESAI dengan Allah.
Kalau dia belum SELESAI dengan ALLAH, bagaimana bisa dia SELESAI dengan Tuhan-Tuhan YANG LAIN Selain ALLAH?. Dan bagaimana bisa pula dia melakukan AMAL SHALEH?. IMPOSSIBLE…!. Karena dia akan MENJADI sibuk dengan Tuhan-Tuhan YANG LAIN Selain ALLAH itu untuk selamanya.
Kalau dia sudah SELESAI dengan ALLAH,
Lalu Dia Sudah Tidak Lagi:
Bertanya, berbicara, berdiskusi, apalagi bertengkar tentang Muhammad Rasulullah.
Bertanya, berbicara, berdiskusi, apalagi bertengkar tentang tugas Beliau.
Bertanya, berbicara, berdiskusi, apalagi bertengkar tentang akhlak Beliau.
Bertanya, berbicara, berdiskusi, apalagi bertengkar tentang syariat Beliau.
Dengan begitu, namanya dia sudah SELESAI dengan Rasulullah.
Kalau dia belum SELESAI dengan Rasulullah, bagaimana bisa dia SELESAI dengan orang-orang YANG LAIN Selain Rasulullah?. Dan bagaimana bisa pula dia melakukan AMAL SHALEH?. IMPOSSIBLE…!. Karena dia akan MENJADI sibuk dengan orang-orang YANG LAIN Selain Rasulullah selamanya.
Agar BISA SELESAI dengan diri sendiri, dan BISA pula SELESAI dengan Allah dan Rasulullah, maka lakukanlah ibadah-ibadah: Shalat, Zakat, Puasa, dan Haji (bagi yang mampu). Karena semua ibadah itu tadi merupakan fasilitas dan pintu pembuka agar seseorang bisa selalu INGAT (DZIKIR) dan bisa pula berhadapan-hadapan dengan ALLAH. Karena Rasulullah pun melakukan hal yang sama untuk membetulkan positioning Beliau dihadapan Allah.
Kalau sudah SELESAI dengan Allah dan Rasulullah, maka namanya dia SUDAH BERSYAHADAT kepada Allah dan Rasulullah. Artinya dia saat ini juga SUDAH BERSAKSI; Sudah Melihat; Sudah Beriman; Sudah Yakin kepada Allah dan Rasulullah.
Lalu Dia Sudah Tidak Lagi:
Bertanya, berbicara, berdiskusi, apalagi bertengkar tentang Al Qur'an.
Bertanya, berbicara, berdiskusi, apalagi bertengkar tentang Al Hadist.
Dengan begitu, namanya dia sudah SELESAI dengan Al Qur'an dan Al Hadist. Dia tinggal hanya membacanya berulangkali untuk mengkalibrasi apa-apa yang telah dan yang akan dia lakukan didalam hidupnya.
Karena Al Qur'an hanyalah kitab dimana Allah bercerita tentang Allah SENDIRI dan segala Kemahahebatan-Nya terhadap semua ciptaan-Nya (termasuk terhadap Malaikat dan Iblis).
Sementara Al Hadist adalah kitab yang berisikan "sebagian" Akhlak Rasulullah ditengah-tengah para Sahabat Beliau dalam mencontohkan posisi Beliau sebagai seorang Hamba Allah.
NAMUN, barang siapapun yang sudah SELESAI dengan semua itu diatas, dan dia juga sudah melakukan semua ibadah-ibadah itu dengan benar sesuai yang dicontohkan Rasulullah, maka sebenarnya saat itu dia masih BELUM ada apa-apanya. Dia masih BELUM dianggap apa-apa oleh Allah. Saat itu seseorang itu baru berada pada posisi segerombolan orang di garis START. Posisi orang yang siap untuk berlari dan saling mendahului untuk berlomba-lomba melakukan AMAL SHALEH. Posisi orang-orang yang belum berhak mereguk perjumpaan dengan Allah. Lho…, kok begitu?.
Ya…, karena orang yang berhak dan bisa BERJUMPA dan MEJUMPAI Allah hanya dan hanya orang yang membawa AMAL SHALEH nya kehadapan Allah.
"…Barangsiapa mengharap PERJUMPAAN dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan AMAL YANG SALEH…" (Al Kahfi 110).
Saat seseorang ingin menjumpai Allah, maka Allah akan bertanya: "Kau membawa amal shaleh apa untuk datang kepada-Ku kali ini wahai hamba-Ku?".
Saat seseorang tidak bisa menunjukkan Amal Shalehnya ketika dia menghadap Allah, maka Allah akan berpaling: "Menjauhlah kau dari Ku, karena kau bukanlah Hamba-Ku". Kalau sudah begini sungguh sangat memiriskan sekali akibatnya. Astagfirullah…
Akan tetapi, ketika seseorang datang merendah-rendah kepada Allah sambil berkata, "Ya Allah, hari ini hamba menghadap Paduka hanya dengan membawa amal shaleh yang sangat kecil dan remeh, yaitu hamba tadi telah menyingkirkan sepotong DURI dari jalanan yang sering dilalui orang…".
Dengan lembut, Allahpun berkata kepada para malaikat dan kepada para iblis: "Lihatlah wahai malaikat dan iblis. Dialah hamba-Ku, dialah hamba-Ku yang memelihara orang lain agar tidak celaka, dialah Abdul Muhaimin (hamba-Ku yang Memelihara). Itulah Amal Shaleh yang tidak bisa kalian lakukan. Dan itu pulalah yang menyebabkan Aku memerintahkan kalian untuk sujud menghormatinya. Karena dia adalah Abdul Muhaimin, Ruh-Ku".
Adakalanya seseorang datang sambil merintih: "Ya Allah, sebelum datang menghadap, tadi hamba membacakan Al Fatihah dan berharap agar Paduka berkenan menyampaikannya kepada Ibunda hamba, dan sudilah Paduka memberkati, merahmati, mengampuni Beliau, hanya do'a kecil itu yang hamba bawa ketika hamba ingin berjumpa dengan Paduka". Atau yang lebih dahsyat adalah, kalau dia langsung duduk menyungkur dihadapan ibunya untuk minta maaf dan ridho ibunya, lalu dia laporkan itu kepada Allah: "Ya Allah hamba datang menghadap Paduka setelah tadi hamba minta maaf dan ridho dari ibunda hamba. Karena maaf dan ridho Paduka kepada hamba adalah hanya dengan sebab adanya maaf dan ridho ibu hamba kepada hamba, Ridha Allah fii ridha walidayn. Sungguh syurga Paduka untuk hamba ada ditelapak kaki ibu hamba".
Dengan lembut, Allah berkata kepada malaikat dan iblis: "Lihatlah oleh kalian. Dialah hamba-Ku, dialah Abdul Rahim (hamba-Ku yang berkelimpahan dengan Kasih dan Sayang-Ku), karena, dengan maaf dan ridha dari ibunya itu, Aku telah masukkan dia kembali kedalam suasana Rahim ibunya. Akulah yang menciptakan dia di dalam rahim ibunya. Rhido-Ku dan ridho ibunyalah yang menyebabkan dia bisa lahir kebumi ini. Kalau saja ibunya tidak ridho dulu, maka Aku juga tidak bisa berbuat apa-apa. Mungkin dia tidak akan lahir kedunia ini". Dan sekarang sujudlah kalian kepadanya untuk menghormat. Karena dia adalah Abdul Rahim, Ruh-Ku".
Dilain kesempatan seseorang datang untuk berjumpa dengan Allah dengan merayu-rayu: "Ya Allah, kali ini hamba datang menghadap setelah tadi terlebih dahulu hamba menunaikan perintah Paduka untuk memberikan 10.000 rupiah kepada seorang bapak tua yang sedang bersandar disebuah pohon. Orang tua itu kelihatan letih. Mungkin dia telah berjalan sekian lama membawa seperangkat peralatan "sol sepatunya" mencari-cari kalau-kalau ada seseorang yang ingin memperbaiki sepatunya yang robek. Saat hamba melihatnya, hamba lihat dada hamba Paduka aliri dengan sebuah kehendak dan sekaligus daya untuk menyampaikan sedikit rezki kepadanya. Dengan tersenyum dan mengucapkan salam, lalu hamba tunaikan perintah paduka itu, walau hanya 10.000 rupiah saja".
Dengan tegas lalu Allah kembali berkata kepada malaikat dan iblis: "Lihatlah oleh kalian. Dialah hamba-Ku. Dialah Abdul Razak, hamba-Ku yang bersedia menolong-Ku memberikan rezki kepada si Fulan. Nanti si Fulan itu, ketika dia makan siang disebuah warung nasi seharga 5000 rupiah sepiring, dia akan memberikan tambahan 2000 rupiah sebagai hadiah kepada si ibu tua penjaga warung nasi itu. Sebab tadi pagi cucu si nenek tua itu, yang masih duduk di bangku taman kanak-kanak, merengek-rengek kepada neneknya minta dibelikan dua potong roti. Karena dia ingin memberikan roti yang sepotong lagi kepada seorang temannya yang tidak pernah membawa bekal roti kesekolah. Karena temannya itu memang anak dari seorang bapak yang kurang mampu. Kemaren anak itu, ketika melihat cucu si nenek makan sepotong roti, dia ingin pula mencicipi sepotong roti seperti itu. Aku tahu itu, sehingga Aku alirkan kehendak itu kedalam dada hamba-Ku si Abdul Razak itu. Dan dia memenuhi perintah-Ku itu. Lihatlah begitulah cara-Ku memberi rezki dan sekaligus kebahagian kepada seorang anak kecil yang memimpikan bisa makan sepotong roti besok pagi. Itulah yang kalian tidak bisa lakukan, sehingga aku memerintahkan kalian untuk segera sujud menghormat kepada hambaku itu. Karena dia adalah Abdul Razak, Ruh-Ku".
Dengan bekal amal-amal shaleh kecil seperti itu, Allahpun berkenan menyambut kedatangan seseorang hamba-Nya itu dihadapan-Nya. Allahpun berkenan menaikkan derajat hambanya itu ketingkat yang lebih tinggi dari yang sebelumnya. Proses perpindahan derajat itu akan sangat terasa sekali. Ada sebuah tarikan halus, sangat halus sekali malah, yang membawa ruhani si hamba naik membubung tinggi menuju ASSSIRR UL ASRARR. Rahasia diatas Rahasia yang hanya Allah dan hambanya itu saja yang mengetahuinya. Wilayah yang tidak bisa dimasuki oleh orang lain. Wilayah sangat rahasia. Dan setiap orang ternyata punya wilayah Rahasia diatas Rahasia itu, yang untuk memasukinya sungguh tergantung dari AMAL SHALEH apa yang dia bawa saat dia datang menghadap Allah untuk berjumpa dengan-Nya.
Kalau sudah begini, maka kualitas suasana dan keadaan SHALAT si hamba itu akan berlipat ganda dari kualitas yang sebelumnya. Shalat yang betul-betul ada rasa menghadap dan kumunikatifnya. Shalat yang dialogis antara Allah dengan hamba-Nya. Kecukacitaan si hamba juga seketika akan meningkat ke level yang belum pernah dia alami sebelumnya. Dan itulah yang menyebabkan IMAN si hamba kepada Allah akan meningkat pula dengan sangat drastis.
Itu pulalah yang menyebabkan malaikat mau tidak mau kembali tersungkur bersujud dan menghormat kepada si hamba Allah, Abdullah. Dan iblispun kembali pula bersaksi atas ayat Allah bahwa dia tidak bisa berkutik apa-apa saat berhadapan dengan hamba Allah yang Mukhlasin…
Labbaik Allahumma labbaik…, Ya Allah…, hamba datang dengan bekal ucapan maaf dan permintaan ridho dari orang-orang yang sangat hamba hormati dan cintai….
Dan akhirnya akupun meninggalkan ramadhan tahun ini dengan sebungkah Rahasia diatas Rahasia, Assirr ul Asrarr, antara aku dan Allahku ketingkat yang belum pernah kualami sebelumnya.
Ya Allah…, terima kasih…
Subhanallah…
Alhamdulillah…
Allahu Akbar…
Wassalam
Deka, 26 September 2010
Jalan Kabel No 16, Cilegon, Banten.
Dia Sudah Tidak Lagi:
Bertanya, berbicara, berdiskusi, apalagi bertengkar tentang siapa dirinya.
Bertanya, berbicara, berdiskusi, apalagi bertengkar tentang dari mana asalnya.
Bertanya, berbicara, berdiskusi, apalagi bertengkar tentang buat apa dia ada.
Bertanya, berbicara, berdiskusi, apalagi bertengkar tentang apa tugasnya.
Bertanya, berbicara, berdiskusi, apalagi bertengkar tentang kemana dia akan kembali.
Dengan begitu, namanya dia sudah SELESAI dengan dirinya sendiri.
Kalau dia belum SELESAI dengan dirinya sendiri, bagaimana bisa dia SELESAI dengan YANG LAIN?. Dan bagaimana bisa pula dia melakukan AMAL SHALEH?. IMPOSSIBLE…!. Karena dia akan MENJADI sibuk dengan dirinya sendiri untuk selamanya.
Kalau dia sudah SELESAI dengan dirinya,
Lalu Dia Sudah Tidak Lagi:
Bertanya, berbicara, berdiskusi, apalagi bertengkar tentang siapa ALLAH.
Bertanya, berbicara, berdiskusi, apalagi bertengkar tentang dimana ALLAH.
Bertanya, berbicara, berdiskusi, apalagi bertengkar tentang Zat ALLAH.
Bertanya, berbicara, berdiskusi, apalagi bertengkar tentang Wujud ALLAH.
Bertanya, berbicara, berdiskusi, apalagi bertengkar tentang Sifat ALLAH.
Bertanya, berbicara, berdiskusi, apalagi bertengkar tentang nama-nama ALLAH.
Bertanya, berbicara, berdiskusi, apalagi bertengkar tentang Laa Ilaha Illallah.
Dengan begitu, namanya dia sudah SELESAI dengan Allah.
Kalau dia belum SELESAI dengan ALLAH, bagaimana bisa dia SELESAI dengan Tuhan-Tuhan YANG LAIN Selain ALLAH?. Dan bagaimana bisa pula dia melakukan AMAL SHALEH?. IMPOSSIBLE…!. Karena dia akan MENJADI sibuk dengan Tuhan-Tuhan YANG LAIN Selain ALLAH itu untuk selamanya.
Kalau dia sudah SELESAI dengan ALLAH,
Lalu Dia Sudah Tidak Lagi:
Bertanya, berbicara, berdiskusi, apalagi bertengkar tentang Muhammad Rasulullah.
Bertanya, berbicara, berdiskusi, apalagi bertengkar tentang tugas Beliau.
Bertanya, berbicara, berdiskusi, apalagi bertengkar tentang akhlak Beliau.
Bertanya, berbicara, berdiskusi, apalagi bertengkar tentang syariat Beliau.
Dengan begitu, namanya dia sudah SELESAI dengan Rasulullah.
Kalau dia belum SELESAI dengan Rasulullah, bagaimana bisa dia SELESAI dengan orang-orang YANG LAIN Selain Rasulullah?. Dan bagaimana bisa pula dia melakukan AMAL SHALEH?. IMPOSSIBLE…!. Karena dia akan MENJADI sibuk dengan orang-orang YANG LAIN Selain Rasulullah selamanya.
Agar BISA SELESAI dengan diri sendiri, dan BISA pula SELESAI dengan Allah dan Rasulullah, maka lakukanlah ibadah-ibadah: Shalat, Zakat, Puasa, dan Haji (bagi yang mampu). Karena semua ibadah itu tadi merupakan fasilitas dan pintu pembuka agar seseorang bisa selalu INGAT (DZIKIR) dan bisa pula berhadapan-hadapan dengan ALLAH. Karena Rasulullah pun melakukan hal yang sama untuk membetulkan positioning Beliau dihadapan Allah.
Kalau sudah SELESAI dengan Allah dan Rasulullah, maka namanya dia SUDAH BERSYAHADAT kepada Allah dan Rasulullah. Artinya dia saat ini juga SUDAH BERSAKSI; Sudah Melihat; Sudah Beriman; Sudah Yakin kepada Allah dan Rasulullah.
Lalu Dia Sudah Tidak Lagi:
Bertanya, berbicara, berdiskusi, apalagi bertengkar tentang Al Qur'an.
Bertanya, berbicara, berdiskusi, apalagi bertengkar tentang Al Hadist.
Dengan begitu, namanya dia sudah SELESAI dengan Al Qur'an dan Al Hadist. Dia tinggal hanya membacanya berulangkali untuk mengkalibrasi apa-apa yang telah dan yang akan dia lakukan didalam hidupnya.
Karena Al Qur'an hanyalah kitab dimana Allah bercerita tentang Allah SENDIRI dan segala Kemahahebatan-Nya terhadap semua ciptaan-Nya (termasuk terhadap Malaikat dan Iblis).
Sementara Al Hadist adalah kitab yang berisikan "sebagian" Akhlak Rasulullah ditengah-tengah para Sahabat Beliau dalam mencontohkan posisi Beliau sebagai seorang Hamba Allah.
NAMUN, barang siapapun yang sudah SELESAI dengan semua itu diatas, dan dia juga sudah melakukan semua ibadah-ibadah itu dengan benar sesuai yang dicontohkan Rasulullah, maka sebenarnya saat itu dia masih BELUM ada apa-apanya. Dia masih BELUM dianggap apa-apa oleh Allah. Saat itu seseorang itu baru berada pada posisi segerombolan orang di garis START. Posisi orang yang siap untuk berlari dan saling mendahului untuk berlomba-lomba melakukan AMAL SHALEH. Posisi orang-orang yang belum berhak mereguk perjumpaan dengan Allah. Lho…, kok begitu?.
Ya…, karena orang yang berhak dan bisa BERJUMPA dan MEJUMPAI Allah hanya dan hanya orang yang membawa AMAL SHALEH nya kehadapan Allah.
"…Barangsiapa mengharap PERJUMPAAN dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan AMAL YANG SALEH…" (Al Kahfi 110).
Saat seseorang ingin menjumpai Allah, maka Allah akan bertanya: "Kau membawa amal shaleh apa untuk datang kepada-Ku kali ini wahai hamba-Ku?".
Saat seseorang tidak bisa menunjukkan Amal Shalehnya ketika dia menghadap Allah, maka Allah akan berpaling: "Menjauhlah kau dari Ku, karena kau bukanlah Hamba-Ku". Kalau sudah begini sungguh sangat memiriskan sekali akibatnya. Astagfirullah…
Akan tetapi, ketika seseorang datang merendah-rendah kepada Allah sambil berkata, "Ya Allah, hari ini hamba menghadap Paduka hanya dengan membawa amal shaleh yang sangat kecil dan remeh, yaitu hamba tadi telah menyingkirkan sepotong DURI dari jalanan yang sering dilalui orang…".
Dengan lembut, Allahpun berkata kepada para malaikat dan kepada para iblis: "Lihatlah wahai malaikat dan iblis. Dialah hamba-Ku, dialah hamba-Ku yang memelihara orang lain agar tidak celaka, dialah Abdul Muhaimin (hamba-Ku yang Memelihara). Itulah Amal Shaleh yang tidak bisa kalian lakukan. Dan itu pulalah yang menyebabkan Aku memerintahkan kalian untuk sujud menghormatinya. Karena dia adalah Abdul Muhaimin, Ruh-Ku".
Adakalanya seseorang datang sambil merintih: "Ya Allah, sebelum datang menghadap, tadi hamba membacakan Al Fatihah dan berharap agar Paduka berkenan menyampaikannya kepada Ibunda hamba, dan sudilah Paduka memberkati, merahmati, mengampuni Beliau, hanya do'a kecil itu yang hamba bawa ketika hamba ingin berjumpa dengan Paduka". Atau yang lebih dahsyat adalah, kalau dia langsung duduk menyungkur dihadapan ibunya untuk minta maaf dan ridho ibunya, lalu dia laporkan itu kepada Allah: "Ya Allah hamba datang menghadap Paduka setelah tadi hamba minta maaf dan ridho dari ibunda hamba. Karena maaf dan ridho Paduka kepada hamba adalah hanya dengan sebab adanya maaf dan ridho ibu hamba kepada hamba, Ridha Allah fii ridha walidayn. Sungguh syurga Paduka untuk hamba ada ditelapak kaki ibu hamba".
Dengan lembut, Allah berkata kepada malaikat dan iblis: "Lihatlah oleh kalian. Dialah hamba-Ku, dialah Abdul Rahim (hamba-Ku yang berkelimpahan dengan Kasih dan Sayang-Ku), karena, dengan maaf dan ridha dari ibunya itu, Aku telah masukkan dia kembali kedalam suasana Rahim ibunya. Akulah yang menciptakan dia di dalam rahim ibunya. Rhido-Ku dan ridho ibunyalah yang menyebabkan dia bisa lahir kebumi ini. Kalau saja ibunya tidak ridho dulu, maka Aku juga tidak bisa berbuat apa-apa. Mungkin dia tidak akan lahir kedunia ini". Dan sekarang sujudlah kalian kepadanya untuk menghormat. Karena dia adalah Abdul Rahim, Ruh-Ku".
Dilain kesempatan seseorang datang untuk berjumpa dengan Allah dengan merayu-rayu: "Ya Allah, kali ini hamba datang menghadap setelah tadi terlebih dahulu hamba menunaikan perintah Paduka untuk memberikan 10.000 rupiah kepada seorang bapak tua yang sedang bersandar disebuah pohon. Orang tua itu kelihatan letih. Mungkin dia telah berjalan sekian lama membawa seperangkat peralatan "sol sepatunya" mencari-cari kalau-kalau ada seseorang yang ingin memperbaiki sepatunya yang robek. Saat hamba melihatnya, hamba lihat dada hamba Paduka aliri dengan sebuah kehendak dan sekaligus daya untuk menyampaikan sedikit rezki kepadanya. Dengan tersenyum dan mengucapkan salam, lalu hamba tunaikan perintah paduka itu, walau hanya 10.000 rupiah saja".
Dengan tegas lalu Allah kembali berkata kepada malaikat dan iblis: "Lihatlah oleh kalian. Dialah hamba-Ku. Dialah Abdul Razak, hamba-Ku yang bersedia menolong-Ku memberikan rezki kepada si Fulan. Nanti si Fulan itu, ketika dia makan siang disebuah warung nasi seharga 5000 rupiah sepiring, dia akan memberikan tambahan 2000 rupiah sebagai hadiah kepada si ibu tua penjaga warung nasi itu. Sebab tadi pagi cucu si nenek tua itu, yang masih duduk di bangku taman kanak-kanak, merengek-rengek kepada neneknya minta dibelikan dua potong roti. Karena dia ingin memberikan roti yang sepotong lagi kepada seorang temannya yang tidak pernah membawa bekal roti kesekolah. Karena temannya itu memang anak dari seorang bapak yang kurang mampu. Kemaren anak itu, ketika melihat cucu si nenek makan sepotong roti, dia ingin pula mencicipi sepotong roti seperti itu. Aku tahu itu, sehingga Aku alirkan kehendak itu kedalam dada hamba-Ku si Abdul Razak itu. Dan dia memenuhi perintah-Ku itu. Lihatlah begitulah cara-Ku memberi rezki dan sekaligus kebahagian kepada seorang anak kecil yang memimpikan bisa makan sepotong roti besok pagi. Itulah yang kalian tidak bisa lakukan, sehingga aku memerintahkan kalian untuk segera sujud menghormat kepada hambaku itu. Karena dia adalah Abdul Razak, Ruh-Ku".
Dengan bekal amal-amal shaleh kecil seperti itu, Allahpun berkenan menyambut kedatangan seseorang hamba-Nya itu dihadapan-Nya. Allahpun berkenan menaikkan derajat hambanya itu ketingkat yang lebih tinggi dari yang sebelumnya. Proses perpindahan derajat itu akan sangat terasa sekali. Ada sebuah tarikan halus, sangat halus sekali malah, yang membawa ruhani si hamba naik membubung tinggi menuju ASSSIRR UL ASRARR. Rahasia diatas Rahasia yang hanya Allah dan hambanya itu saja yang mengetahuinya. Wilayah yang tidak bisa dimasuki oleh orang lain. Wilayah sangat rahasia. Dan setiap orang ternyata punya wilayah Rahasia diatas Rahasia itu, yang untuk memasukinya sungguh tergantung dari AMAL SHALEH apa yang dia bawa saat dia datang menghadap Allah untuk berjumpa dengan-Nya.
Kalau sudah begini, maka kualitas suasana dan keadaan SHALAT si hamba itu akan berlipat ganda dari kualitas yang sebelumnya. Shalat yang betul-betul ada rasa menghadap dan kumunikatifnya. Shalat yang dialogis antara Allah dengan hamba-Nya. Kecukacitaan si hamba juga seketika akan meningkat ke level yang belum pernah dia alami sebelumnya. Dan itulah yang menyebabkan IMAN si hamba kepada Allah akan meningkat pula dengan sangat drastis.
Itu pulalah yang menyebabkan malaikat mau tidak mau kembali tersungkur bersujud dan menghormat kepada si hamba Allah, Abdullah. Dan iblispun kembali pula bersaksi atas ayat Allah bahwa dia tidak bisa berkutik apa-apa saat berhadapan dengan hamba Allah yang Mukhlasin…
Labbaik Allahumma labbaik…, Ya Allah…, hamba datang dengan bekal ucapan maaf dan permintaan ridho dari orang-orang yang sangat hamba hormati dan cintai….
Dan akhirnya akupun meninggalkan ramadhan tahun ini dengan sebungkah Rahasia diatas Rahasia, Assirr ul Asrarr, antara aku dan Allahku ketingkat yang belum pernah kualami sebelumnya.
Ya Allah…, terima kasih…
Subhanallah…
Alhamdulillah…
Allahu Akbar…
Wassalam
Deka, 26 September 2010
Jalan Kabel No 16, Cilegon, Banten.
Ketika Aku Harus Memilih
Ketika Aku Harus Memilih
Aku pernah berfikir, bahwa setiap manusia pasti ingin memiliki seorang KEKASIH. Kekasih yang akan terus bersamanya, sehidup semati, dalam suka maupun duka tak akan terpisahkan.
Sekarang, aku memilih AMAL SHOLEH sebagai kekasihku. Karena ternyata hanya amal sholeh-lah yang akan terus menemaniku, bersamaku, bahkan menemaniku dalam kuburku, kemudian amal sholehku pula lah yang menemaniku menghadap Allah.
Aku pernah berfikir, setiap manusia pastilah punya goresan masalah dengan manusia lain, sehingga wajar jika manusia memiliki MUSUH masing-masing. Kini aku memilih menjadikan SETAN sebagai musuh utamaku, sehingga aku lebih memilih MELEPASKAN kebencian, dendam, rasa sakit hati, dan permusuhanku dengan manusia lain.
Aku pernah selalu KAGUM pada manusia yang cerdas, dan manusia yang berhasil dalam karir, atau kehidupan duniawinya. Sekarang aku mengganti kriteria kekagumanku ketika aku menyadari bahwa manusia hebat dimata Allah, adalah hanya manusia yg BERTAQWA. Manusia yg sanggup taat kpd aturan main Allah dlm menjalankan hidup & kehidupannya.
Dulu aku akan MARAH dan merasa harga diriku dijatuhkan, ketika orang lain berlaku zhalim padaku, menggunjingkan aku, menyakiti aku dengan kalimat kalimat sindiran yg disengaja untuk menyakitiku.
Sekarang aku memilih utk BERSYUKUR dan berterima kasih, ketika meyakini bahwa akan ada TRANSFER PAHALA dr mereka untukku jika aku mampu BERSABAR... Dan aku memilih tidak lagi harus khawatir, karena harga diri manusia hanyalah akan jatuh dimataNya, ketika dia rela menggadaikan dirinya untuk mengikuti hasutan setan.
Dulu aku yakin, dgn hanya KHATAM Al Qur'an berkali kali maka jiwaku akan tercerahkan. Kini aku memilih untuk MENGERTI dan MEMAKNAI artinya dengan menggunakan akalku, dengan mengaktifkan qolbuku dan mengamalkannya dalam keseharianku, maka pencerahan itu baru bisa aku dapatkan.
Ketika aku harus memilih...bantu aku Yaa Rabb, utk selalu memilih yg benar dimataMu..
Amin
CA-Bandung Art Page
BAKUL50
Aku pernah berfikir, bahwa setiap manusia pasti ingin memiliki seorang KEKASIH. Kekasih yang akan terus bersamanya, sehidup semati, dalam suka maupun duka tak akan terpisahkan.
Sekarang, aku memilih AMAL SHOLEH sebagai kekasihku. Karena ternyata hanya amal sholeh-lah yang akan terus menemaniku, bersamaku, bahkan menemaniku dalam kuburku, kemudian amal sholehku pula lah yang menemaniku menghadap Allah.
Aku pernah berfikir, setiap manusia pastilah punya goresan masalah dengan manusia lain, sehingga wajar jika manusia memiliki MUSUH masing-masing. Kini aku memilih menjadikan SETAN sebagai musuh utamaku, sehingga aku lebih memilih MELEPASKAN kebencian, dendam, rasa sakit hati, dan permusuhanku dengan manusia lain.
Aku pernah selalu KAGUM pada manusia yang cerdas, dan manusia yang berhasil dalam karir, atau kehidupan duniawinya. Sekarang aku mengganti kriteria kekagumanku ketika aku menyadari bahwa manusia hebat dimata Allah, adalah hanya manusia yg BERTAQWA. Manusia yg sanggup taat kpd aturan main Allah dlm menjalankan hidup & kehidupannya.
Dulu aku akan MARAH dan merasa harga diriku dijatuhkan, ketika orang lain berlaku zhalim padaku, menggunjingkan aku, menyakiti aku dengan kalimat kalimat sindiran yg disengaja untuk menyakitiku.
Sekarang aku memilih utk BERSYUKUR dan berterima kasih, ketika meyakini bahwa akan ada TRANSFER PAHALA dr mereka untukku jika aku mampu BERSABAR... Dan aku memilih tidak lagi harus khawatir, karena harga diri manusia hanyalah akan jatuh dimataNya, ketika dia rela menggadaikan dirinya untuk mengikuti hasutan setan.
Dulu aku yakin, dgn hanya KHATAM Al Qur'an berkali kali maka jiwaku akan tercerahkan. Kini aku memilih untuk MENGERTI dan MEMAKNAI artinya dengan menggunakan akalku, dengan mengaktifkan qolbuku dan mengamalkannya dalam keseharianku, maka pencerahan itu baru bisa aku dapatkan.
Ketika aku harus memilih...bantu aku Yaa Rabb, utk selalu memilih yg benar dimataMu..
Amin
CA-Bandung Art Page
BAKUL50
Kamis, 07 Maret 2013
Wara'
Wara'
Oleh Muhbib Abdul Wahab
Suatu hari, Abdullah bin Umar membeli seekor unta kurus, lalu dibawa ke sebuah lembah yang banyak rerumputannya dan dibiarkan hidup tanpa digembala. Tak lama kemudian, unta itu menjadi gemuk dan dibawa ke pasar untuk dijual.
Pada saat itu, Amirul Mukminin, Umar bin Khattab, melakukan sidak ke pasar hewan. 'Milik siapa unta yang gemuk ini?' tanya Umar kepada para pedagang. 'Unta itu milik Abdullah bin Umar,' jawab mereka.
Beliau lalu mencari anaknya, dan berkata, 'Hai Abdulllah, celakalah... celakalah anak Amirul Mukminin. Apakah ini unta kurus yang tempo hari engkau biarkan hidup di lembah itu?' Abdullah menjawab, “Ya, wahai ayahanda.
”Di hadapan pedagang, Umar menasihati anaknya. 'Gembalakanlah unta ini dengan baik, beri dia makan dan minum. Jangan engkau biarkan begitu saja, wahai anak Amirul Mukminin. Sekarang juallah unta gemuk ini, lalu ambillah modal awalnya saja, kemudian berikan keuntungannya kepada baitul mal.'
Kisah tersebut memberikan teladan moral kepada kita bagaimana seorang pemimpin umat sangat peduli terhadap 'sepak terjang anaknya'. Ia menunjukkan sifat wara' (sikap kehati-hatian). Umar tidak ingin anaknya memakan sesuatu yang berbau syubhat (tidak jelas), apalagi hasil korupsi.
Beliau tidak ingin anaknya memanfaatkan kekuasaan ayahnya untuk memperoleh keuntungan 'tidak jelas' dari penjualan unta yang menjadi gemuk karena dibiarkan hidup di lembah.
Wara' merupakan sikap dan pola hidup yang sangat penting untuk mengerem laju syahwat duniawi dengan menjaga diri agar tidak berbuat dosa. Dengan belajar wara', setiap Muslim melatih dirinya untuk meningkatkan 'sensitivitas spiritualnya' dalam menjauhi larangan Allah.
Wara' merupakan benteng iman dan hati yang ampuh untuk pertahanan diri (self defence) dari perbuatan dosa. 'Tinggalkanlah yang meragukan menuju yang tidak meragukan.' (HR Turmudzi).
Dalam Risalah al-Qusyairiyyah disebutkan, suatu hari Hasan al-Basri bertemu salah seorang putra Ali bin Abi Thalib sedang bersandar pada dinding Ka'bah sambil memberi nasihat kepada jamaah.
Hasan Basri bertanya kepadanya, 'Apa yang dapat menjaga agama itu?' "Wara',” jawabnya singkat. Ia bertanya lagi, "Apa yang menjadi penyakit agama?" “Tamak,” jawabnya.
Ia menambahkan, 'Wara' seberat atom itu lebih baik daripada shalat dan puasa seribu kali.'Nabi SAW pernah berpesan kepada Abu Hurairah, "Jadilah engkau orang yang wara', niscaya engkau menjadi orang yang paling beribadah.' (HR Ibnu Majah)."
Ada tiga hal yang jika dipenuhi oleh Muslim, niscaya ia pasti mendapat pahala dan imannya sempurna: akhlak mulia yang dimiliki oleh masyarakat, wara' yang dapat memelihara dirinya dari larangan Allah, dan kesantunan dalam menghadapi orang-orang bodoh.' (HR al-Bazzar).
Sudah sepatutnya kita belajar menjadi wara' agar tidak mudah tergoda oleh hawa nafsu, bujuk rayu setan, syahwat politik, syahwat korupsi, dan kenikmatan duniawi lainnya yang menipu.
Al-Kirmani mengatakan, 'Tanda orang bertakwa itu wara'; tanda wara' itu berhenti dari hal-hal yang syubhat; tanda takut (kepada Allah) adalah bersedih; dan tanda raja' (penuh harap, optimis) adalah semakin taat kepada-Nya.'
REPUBLIKA.CO.ID, 28 Pebruari 2013 03:34
Red: Damanhuri Zuhri
Langganan:
Komentar (Atom)